REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurangnya pemahaman institusi pemerintahan akan pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) menyebabkan pengelolaannya masih belum dilakukan secara utuh dari hulu hingga hilir. Padahal, pengelolaan DAS yang benar berpengaruh pada kualitas ketersediaan sumber daya air yang menjadi kebutuhan vital masyarakat di sekitarnya.
Dijelaskan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ditjen BPDAS Djati Witjaksono pada Senin (25/11), dalam UU no 7/2004 pasal satu disebutkan, DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya.
“Fungsi DAS yakni menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami,” kata dia. Makanya, pengelolaan DAS harus mengacu pada upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara aktivitas manusia dengan sumber daya alam, terutama lahan, vegetasi dan air, di dalam DAS untuk mendapatkan manfaat barang dan jasa sekaligus menjaga kelestarian DAS serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Faktanya, lanjut dia, saat ini kondisi DAS makin menurun ditandai dengan maraknya erosi, sedimentasi, banjir dan kekeringan. Pemerintah dan masyarakat, kata dia, tak boleh melulu tinggal diam. Ragam upaya komprehensif mesti dilakukan di antaranya dengan meningkatnya produktivitas lahan dan lingkungan hidup juga meningkatkan kesadaran, kemampuan dan partispasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sungai.
“Monitoring dan evaluasi wajib dilaksanakan baik dalam pemulihan maupun mempertahankan daya dukung DAS,” tegas dia. Monitoring dilakukan berdasarkan kawasannya, misalnya kawasan DAS Lindung maupun Kawasan DAS Budidaya. Yang terpenting, kerja sama dari Gubernur, dan Bupati/ Walikota setiap kawasan DAS mesti baik dan berprinsip pada pengelolaan DAS yang sehat, bukan berorientasi bisnis.