REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah pengusaha angkutan umum di Kota Bekasi, Jawa Barat mengeluhkan sepinya penumpang pascakebijakan pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak.
"Bensin naik, penumpang tambah sepi," kata Yudi, sopir angkutan kota jurusan Bekasi-Gabus di Bekasi, Ahad.
Ia mengaku, dalam menempuh satu rute perjalanan, hanya tiga penumpang yang memanfaatkan armadanya untuk mencapai daerah tujuan. Uang yang diperolehnya pun hanya Rp 14.000.
"Itu juga hanya rute pendek yang tarifnya paling minimal, yakni Rp 3.000. Satu penumpang ada yang membayar lebih karena paham bensin baru naik," katanya.
Kenaikan ongkos Rp 1.000 yang diberlakukan untuk rute yang dikemudikannya, dirasa memberatkan.
"Paling kasihan anak sekolah. Yang biasanya ongkos minimal Rp 2.000, sekarang menjadi Rp 3.000, pasti memberatkan," katanya.
Dia mengaku dilema dengan kondisi tersebut. Di satu sisi, ia memahami kondisi anak-anak sekolah yang merupakan salah satu pangsa penumpang utamanya. Sementara di sisi lain, bila tetap memberlakukan tarif lama, ia harus siap menanggung selisih biaya yang muncul akibat kenaikan harga BBM.
"Untungnya angkot ini milik sendiri, jadi tidak ada beban setoran. Kenaikan tarif Rp 1.000 sebenarnya ya kurang ideal juga karena 'nggak' bisa menutupi biaya-biaya lainnya," katanya.
Selain angkutan kota, penumpang armada bus juga mengalami kondisi yang sama. Seperti dituturkan oleh Nana (40), kondektur Perusahaan Otobus Prima Jasa jurusan Bandung-Bekasi.
"Penumpang sepi, padahal kami belum memberlakukan penyesuaian tarif karena masih menunggu arahan dari perusahaan," katanya.
Ia menduga, selain faktor kenaikan harga BBM, kondisi keuangan warga juga turut mengakibatkan penumpang armadanya sepi.
"Soalnya ini sudah masuk akhir bulan, biasanya memang rekatif lebih sepi," ucapnya.