Ahad 23 Nov 2014 12:28 WIB

Kenaikan BBM tak Berdampak pada Ekonomi Masyarakat Baduy

Warga Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Foto: Republika/Andina
Warga Suku Baduy di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Masyarakat Baduy yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, hingga kini mengandalkan ekonomi dari hasil bumi sehingga kenaikan harga bahan bakar minyak tidak berdampak terhadap kehidupan mereka.

"Masyarakat kami hingga kini mengandalkan kehidupan ekonomi dari bercocok tanam ladang tanpa menggunakan pupuk kimia," kata Kepala Adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Dainah, Ahad (23/11).

Ia mengatakan, masyarakat Baduy yang diperkirakan jumlah penduduknya mencapai 11 ribu orang itu sejak turun temurun mengandalkan ekonomi dari hasil bumi. Mereka bercocok tanam di ladang, seperti pisang, padi huma, sayur-sayuran, buah-buahan hingga tanaman keras.

Sebagian hasil ladang jika musim panen dijual ke pasar Rangkasbitung di antaranya durian, pisang, petai, nangka berit dan manggis. Kebanyakan petani Baduy bertanam di ladang dengan lokasi perbukitan juga berpindah-pindah sehingga lahan tanamamnya subur.

Petani Baduy hanya mengutamakan pupuk organik dari bekas pembakaran sampah tanpa pupuk kimia. "Kami sejak dulu hingga kini belum kelaparan karena hasil bumi itu, seperti padi huma untuk kebutuhan keluarga saja," katanya.

Menurut Dainah, saat ini masyarakat Baduy tidak mengetahui pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab kawasan Baduy tidak memiliki media elektronika maupun media cetak karena dilarang adat.

Mereka mengetahui kenaikan harga BBM dari naiknya ongkos angkutan dan harga sembilan bahan pokok. "Kami merasa kaget ketika naik angkutan harus membayar tarif lebih dari biasanya," katanya.

Selama ini, masyarakat Baduy belum pernah terjadi kelaparan karena kebutuhan pangan melimpah. "Kami setiap panen padi huma disimpan dalam gudang dan tidak dijual, sehingga persedian pangan cukup untuk kebutuhan keluarga," katanya.

Begitu pula, Jali, seorang petani Baduy mengaku dirinya hingga kini tidak menaikkan harga hasil bumi, seperti pisang karena belum mengetahui kenaikan harga BBM. "Kami menjual hasil bumi masih harga normal," katanya menerangkan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement