Jumat 21 Nov 2014 22:26 WIB

Kepala Batan: Reaktor Nuklir Batan Prima

Rep: Niken Paramita/ Red: Julkifli Marbun
BATAN
Foto: blogspot
BATAN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) menyakini kelangkaan radioisotop untuk kebutuhan medis seperti pengobatan kanker terjadi bukan karena Rektor Serba Guna GA Siwabessy (RSG-GAS) milik Batan di Serpong, Tangerang mengalami masalah. Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto juga menyanggah isu kelangkaan karena ketidakmampuan reaktor nuklirnya memproduksi.

Djarot mengungkapkan kelangkaan bisa disebabkan karena beberapa kemungkinan. Diantaranya permintaan terhadap isotop di rumah sakit meningkat mendadak sementara suplainya tidak mencukupi. Permintaan meningkat terutama sejak adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS. Semakin banyak masyarakat yang berobat dan lebih terbuka terhadap kanker.

Namun keterbatasan suplai bukan karena reaktor RSG-GAS tidak bisa memenuhinya. Hanya saja permintaan produksi isotop harus dilakukan jauh-jauh hari minimal satu tahun sebelumnya. Produksi isotop tidak bisa sembarangan karena setiap siklus produksinya berada dalam pengawasan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

Djarot menyebutkan sepanjang 2014 RSG-GAS hanya beroperasi 104 hari untuk memenuhi kebutuhan. Sementara RSG-GAS memiliki kapasitas 30 MegaWatt Thermal dengan kemampuan produksi 200 currie per minggu. Jumlah ini bisa ditingkatkan menjadi 300 currie.

"RSG-GAS saat ini dalam kondisi prima memberikan layanan terbaik kepada pengguna jasa dengan jadwal yang tersedia. PRSG mengoperasikan reaktor untuk memberikan layanan irradiasi kepada para penggunanya yang telah terintegrasi dan melalui tahapan seleksi keselamatan yang ketat," ujar Djarot di Jakarta, Jumat (21/11).

Selain itu, Djarot menambahkan, kelangkaan bisa disebabkan karena laboratorium milik PT Inuki tidak bisa beroperasi beberapa waktu belakangan. PT Inuki dijelaskan Djarot merupakan perusahaan yang mengkomersialisasikan hasil produksi radioisotop dari Batan. Hasil produksi radioisotop oleh Batan dikirimkan ke laboratorium PT Inuki untuk mengemasnya menjadi produk jadi dan dijual ke pasaran.

Sebagai lembaga negara, Batan tidak diizinkan oleh pemerintah dalam undang-undang untuk menjual hasil produksinya.

"Kalau dari dulu boleh dikomersilkan masalah terselesaikan. BUMN yang boleh melakukan itu," katanya.

Sementara untuk memenuhi kelangkaan ini saat ini PT Inuki mengimpor. Dan Bapetan hanya mengizinkan PT Inuki yang mengimpornya.

"Memang ada keinginan supaya perusahaan lain juga bisa mengimpor supaya ada kompetisi dan harganya juga bisa lebih murah. Tapi untuk kemandirian itu bukan solusinya," ujar Djarot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement