REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap terlalu gegabah menaikan harga BBM bersubsidi. Ini terlihat dari kegagalan Jokowi menyiapkan program bantuan sosial bagi masyarakat miskin.
"Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang digadang-gadang sebagai kompensasi kenaikan harga BBM ternyata belum siap," kata Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf Macan Effendi kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jum'at (21/11).
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat ini juga mengatakan program KIS tidak memiliki sumber pendanaan yang jelas. Dede menambahkan sikap gegabah pemerintahan Jokowi juga tampak dari momentum kenaikan BBM yang berbarengan dengan negosiasi penetapan upah minimum buruh di berbagai wilayah Indonesia.
Sehingga mempengaruhi besaran nilai kebutuhan hidup layak (KHL) yang sedang dinegosiasikan buruh, pemerintah daerah, serta pengusaha. "Harga BBM yang naik sebesar dua ribu ini otomatis akan melemahkan daya beli buruh," ujarnya.
Dede mengatakan Komisi IX telah memanggil perwakilan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Para buruh menyatakan keberatan dengan kenaikan harga BBM bersubsidi. "Bahkan mereka ancam akan lakukan mogok nasional di semua sektor," kata Dede.
Dede menilai pemerintahan Jokowi-JK tidak kreatif mencari solusi persoalan fiskal. Mestinya tanpa menaikkan harga BBM, pemerintah bisa melakukan trobosan pendapatan negara dari sektor lainnya.
"Kalau pemerintah kreatif banyak cara, misal dengan cara menaikkan cukai rokok, nilainya hampir setara dengan efisiensi subsidi BBM, selain menyehatkan keuangan negara juga menyehatkan masyarakat," ujar Dede.