Kamis 20 Nov 2014 20:24 WIB

Harga Cabe Naik, Pedagang Warteg Pusing

Rep: C92/ Red: Bayu Hermawan
cabe merah
Foto: antara
cabe merah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) membuat berbagai pihak gusar, termasuk para pedagang warteg. Harga bahan pokok yang mulai naik membuat mereka harus pintar-pintar berstrategi agar pengunjung tak kabur.

"Cabe rawit mahal sekali sekarang. Bikin pusing. Dulu setiap hari belanja cabe sampe 10 kilo, sekarang saya hanya berani beli enam kilo," kata Iwan, salah seorang pemilik warteg di daerah Slipi, Iwan, Kamis (20/11).

Ia memilih tak menaikkan harga karena tak mau pelanggannya kabur. Oleh karena itu, ia mengakali kenaikan harga BBM dengan mengurangi jumlah cabai pada bumbu masakannya.

Untuk menyiasati pelanggan yang kerap meminta tambahan cabe, ia mengganti cabe rawit dengan cabe hijau. Harga cabe hijau di pasar lebih murah ketimbang harga cabe rawit.

Meskipun cabai yang digunakan lebih sedikit, ia memastikan rasa masakan yang ia buat tak akan mengecewakan. "Biarpun pakai cabai hijau tetap pedas," ucapnya.

Walau belum menaikkan harga saat ini, ia mengatakan akan melakukannya jika lonjakan harga sangat drastis. Ia memastikan kenaikan harga masih bisa dijangkau para pelanggannya.

 

Pedagang warteg lain di Kebon Jeruk, Sukarni juga melakukan hal serupa. Ia khawatir para pelanggan akan kapok dan berpindah ke pedagang lain, karena banyak warteg di sekitar warungnya.

"Kalau kita sendiri yang naikin harga, nanti pelanggan pada lari. Kan di sekitar sini banyak warung makan," katanya sembari tertawa.

Untuk mengakali turunnya laba karena harga bahan pokok yang mulai naik, ia memilih memperkecil ukuran makanan yang dijual. Ia juga mengurangi cabe yang digunakan dalam gulai.

"Ampun dah harga (cabe)nya. Belanja cabe juga gak berani banyak-banyak, bisa rugi," ujarnya.

Ia mengaku mulai menaikkan harga lauk pauk, namun tidak drastis. Nasi telor dan sayur yang biasa ia jual Rp 6 ribu per porsi kini dihargai Rp 7 ribu per porsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement