REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tak hanya bahan kebutuhan pokok, efek kenaikan harga Bahan Bakar Minyak juga berimbas pada harga bunga segar. Para penjual bunga segar rata-rata menaikkan harga sebesar 20 persen.
Salah seorang bunga buket di Pasar Bunga Rawa Belong, Udin mengaku mulai menaikkan harga karena harga bunga dari suplier telah naik. Namun, jika kondisi sepi ia kembali menurunkan.
"Aster dari Rp 12.500 jadi Rp 15 ribu. Daun leder leave dari Rp 8.000 jadi Rp 10 ribu. Krisan dari Rp 15 ribu jadi Rp 17.500," kata Udin.
Ia juga menaikkan harga Rotansia dari Rp 20 ribu menjadi Rp 25 ribu per ikat dan daun Pilodendrum dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.000 per ikat.
Pedagang lain, Hadi justru menaikkan harga daun pilodendrum hingga 100 persen. Dari Rp 50 ribu per ikat, kini ia menjual produk itu seharga Rp 100 ribu. "Ini aja. Kalau yang lain nggak ada yang naik," kata dia.
Para pedagang bunga buket dan daun hias ini mengatakan kenaikan harga BBM sangat berdampak pada harga bunga-bunga segar. Pasalnya produk-produk ini biasanya dikirim setiap hari dari luar kota, seperti Cipanas, Sukabumi, dan Tangerang.
Ada pula pedagang bunga yang memilih tak menaikkan harga meski harga dari suplier mulai naik. Salah seorang pedagang melati, Saripah mengatakan kenaikan harga melati lebih dipengaruhi oleh sepi tidaknya pembeli ketimbang kenaikan BBM. Walau harga melati dari Jawa sudah naik dari Rp 11 ribu jadi Rp 12.500 per kantung, ia memilih tak menaikkan harga.
Kenaikan harga juga tidak terjadi pada pedagang bunga pacar dan pandan. Salah seorang pedagang, Ucup mengatakan ia belum menaikkan harga karena dagangannya diambil dari Kembangan, Jakarta Barat. Ia masih menjual bunga pacar Rp 7.500 per kantung dan daun pandan Rp 10 ribu per kantung.
"Tapi nanti pasti naik, semua pasti naik," kata dia.