Kamis 20 Nov 2014 15:05 WIB
Jaksa Agung Prasetyo

Pakar: Jaksa Agung dari Parpol, Jokowi Ingin Mempermainkan Hukum

Rep: C13/ Red: Bayu Hermawan
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Indonesia's President Joko Widodo, popularly known as Jokowi (file)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengangkatan Jaksa Agung Prasetyo HM yang berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) memicu banyak respons.

Pakar Hukum, Muzakir mengatakan diangkatnya kader Partai NasDem, tentu bisa memicu munculnya pendapat negatif bagi Jokowi.

"Akan muncul Multi interpretasi ke arah manakan pengangkatan ini?," kata Muzakir saat dihubungi Republika Online (ROL) pada Kamis (19/11).

Ia mengatakan ada dua interpretasi terkait pengangkatan Prasetyo Hm menjadi Jaksa Agung. Pertama, ini berarti Jokowi telah mencoba mempermainkan hukum dengan politik. Karena menurutnya, pengangkatan jaksa agung dari parpol merupakan sebuah kesalahan.

"Jokowi telah melakukan kesalahan dan kecerobohan dalam hukum administrasi," ujarnya.

Interpretasi kedua, kata Muzakir, pengangkatan ini kelak akan memberikan dampak ke depannya. Muzakir mempertanyakan seberapa besar independensinya jika jaksa agung diangkat dari parpol.

"Akan bagaimana ke depannya?," ujarnya.

Muzakir khawatir nasib penegakan hukum ke depan di Indonesia. Dirinya merasa khawatir kelak penegakan hukum akan semakin tumpul.

Ini bisa terjadi jika para jaksa agung daerah berhadapan dengan orang-orang parpol terutama dari partai Nasdem. Ia juga mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dari kejaksaan agung.

"Khususnya dalam masalah korupsi," ucapnya.

Untuk itu, kata Muzakir, seharusnya Jokowi mengangkat jaksa agung bukan dari parpol. Menurutnya, jaksa agung adalah jaksa, jaksa agung harus bebas dari jabatan parpol. Lagipula, kata Muzakir, saat ini Prasetyo masih terikat dengan Parpol dan ia juga sudah pensiun dari kejaksaan agung.

"Masalah ini sudah tercantum dalam UU," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement