REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bentrokan antara TNI dan Polri kembali terjadi di Batam, Kepri. Bentrok kali ini memang ditenggarai oleh hal sepele saling mengejek dan membanggakan korsa, tapi kemudian diikuti dengan pola yang sama persis dengan bentrok sebelumnya.
Hal yang menarik adalah bahwa hal tersebut menegaskan tidak ada efek jera yang membuat personil menahan diri untuk tidak terpancing dengan langkah provokasi tersebut. “Ini mengindikasikan ada ketidaktegasan dalam melakukan penghukuman oleh pimpinan TNI maupun Polri,” ujar Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, Bandung, Kamis (20/11).
Kejadian yang sama kembali terulang dengan motif yang berbeda, yakni jiwa korsa yang sempit dan kecenderungan pimpinan masing-masing institusi melakukan pembiaran tanpa melakukan penghukuman yang membuat jera pelaku. “Anggota di lapangan merasa bahwa langkah yang dilakukan tidak salah,” imbuhnya.
Ketidaktegasan ini bahkan merata pada sejumlah kasus bentrokan antar anggota TNI-Polri. Sehingga, apabila kemudian personil di lapangan menerjemahkan sebagai 'restu' sebagai bagian dari menjaga marwah korsa menjadi suatu pembenaran.
Akan baik apabila pimpinan di kedua institusi tidak sekedar berdamai dan berkomitmen hanya untuk konsumsi media massa, tapi secara sungguh-sungguh mengupayakan langkah perdamaian yang hakiki, untuk lebih fokus pada penguatan peran dan fungsinya.
Esensi kehadiran institusi keamanan, baik TNI maupun Polri di tengah masyarakat adalah memberikan rasa aman, dan hal tersebut akan selalu terkoreksi manakala keduanya selalu bertikai.