Rabu 19 Nov 2014 18:21 WIB

Tidak Ada Server KTP Elektronik di Luar Negeri

Rep: Ira Sasmita/ Red: Erdy Nasrul
Petugas sedang memfoto dalam pembuatan e-KTP di Kelurahan Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Petugas sedang memfoto dalam pembuatan e-KTP di Kelurahan Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kependudukaan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman membaantah keberadaan server KTP elektronik (e-KTP) di luar negeri. Menurutnya, server ada di kantor Direktorat Dukcapil di Kalibata, di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 7, dan server cadangan di Batam, Kepulauan Riau.

"Ga ada diluar negeri. Pak menteri kan baru dapat informasi. Itu akan kita cek tapi sampai hari ini rasanya ga ada. Servernya di sini (Kalibata), Medan Merdeka Utara ada, dan back upnya di Batam," kata Irman di kantor Ditjen Dukcapil, Kalibata, Jakarta, Rabu (19/11).

Sebeluumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, setelah dilakukan pengkajiaan selama satu pekan, ditemukan tambahan masalah yang cukup serius pada program e-KTP. Di antaranya, temuan soal server KTP-el yang ditempatkan di luar Indonesia. Yakni di India dan Cina.

Politikus senior PDIP itu berpendapat, tak seharusnya server data kependudukan Indonesia itu diletakkan di luar negeri. Karena server tersebut menampung data penduduk yang sifatnya rahasia.

"Ya rahasia negara, ya enggak bisa (di luar negeri)," kata dia.

Tjahjo memutuskan penghentian pencetakan KTP elektronik diperpanjang. Moratorium yang mulanya ditargetkan Kemendagri selama November, diperpanjang hingga Januari 2015.

"Penghentiannya diperpanjang, sampai Januari. Ya (karena) merombak, pengecekan sampai tuntas, menyangkut keamanan, data-data yang tidak benar, membersihkan semua," ujarnya.

Beberapa hari setelah dilantik sebagai Mendagri Kabinet Kerja, Tjahjo mengatakan evaluasi program KTP-el karena dilakukan evaluasi menyeluruh. Menurut Tjahjo, terdapat beberapa persoalan yang harus diselesaikan.

Pertama, ada dugaan database kependudukan secara elektronik tidak akurat. Banyak data kependudukan ganda, bahkan memiliki lebih dari satu KTP-el. Tidak sedikit pula penduduk yang sudah meninggal, namun masih tercatat dalam data kependudukan dan terdaftar sebagai pemilih.

Kedua, masalah distribusi fisik KTP-el. Tjahjo mengatakan, banyak laporan yang menyebutkan beberapa daerah belum mendapatkan hasil cetakan KTP yang sudah direkam. Ketiga, belum adanya standar operasional kerja yang seragam. Sehingga setiap daerah menafsirkan arahan pusat secara berbeda.

Masalah keempat yang harus dievaluasi,lanjut Tjahjo, menyangkut sistem dan spesifikasi pencatatan dan perekaman yang digunakan. Tjahjo menginginkan sistem informasi administrasi kependudukan yang berbasis sentral dan terpadu.

Selain itu, menurut Tjahjo, ditemukan juga masalah pencetakan KTP-el palsu. Bahkan, Tjahjo mengatakan menemukan sendiri bukti KTP-el palsu tersebut.

"Saya ada data dan buktinya. Biar polisi saja yang urus," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement