Rabu 19 Nov 2014 13:19 WIB

Sopir di Terminal Kalideres Dukung Kenaikan BBM

Rep: c92/ Red: Bilal Ramadhan
  Pengguna kendaraan bermotor antre untuk membeli BBM jenis premium di salah satu SPBU di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11).  (Antara/Wahyu Putro A)
Pengguna kendaraan bermotor antre untuk membeli BBM jenis premium di salah satu SPBU di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/11). (Antara/Wahyu Putro A)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengemudi taksi di Terminal Kalideres mengatakan enggan mengikuti seruan mogok nasional dari Organda. Mereka menganggap kenaikan tarif BBM dianggap sebagai kebijakan positif.

"Ngapain demo-demo, biarin aja. Kita kan dukung (program) kesehatan. Lagian Jokowi kan bagus," kata salah seorang pengemudi Dian Taksi Metropolitan, Harun, kepada Republika, Rabu (19/11).

Harun menganggap kebijakan Jokowi menaikkan harga BBM berimbas baik kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Apalagi, dampak diberlakukannya "Kartu Sakti", yaitu Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan Kartu Keluarga Sejahtera sudah mulai dirasakan oleh beberapa rekan sopir taksi.

"Sudah ada beberapa temen kita di sini yang merasakan dampaknya. Anaknya (operasi) Rp 12 juta jadi gratis," kata Harun.

Ia juga menceritakan, ada rekan sopir taksi yang mendapatkan fasilitas operasi batu empedu gratis senilai Rp 32 juta. Ada pula yang gratis operasi mata. Pendapat Harun ini disetujui oleh pengemudi Sepakat Taksi, Irwan.

Ia mengatakan banyak anak kurang gizi dan sekolah ambruk di daerah-daerah pedalaman akan terbantu dengan pengalihan subsidi BBM. Menurut dia, dana untuk subsidi BBM lebih baik diberikan kepada mereka ketimbang dinikmati kaum elit.

Para sopir taksi mengaku tak memberlakukan kenaikan tarif. Meski demikian, mereka tak menampik melakukan tawar menawar dengan para penumpang untuk memberikan tambahan sukarela. "Mau gak nambahin sedikit dari argo," kata Harun menirukan ucapannya kepada penumpang.

Baik Harun maupun Irwan mengaku jumlah tambahan yang diberikan para penumpang kurang dari Rp 5.000.  Selebihnya mereka menerapkan tarif normal, yaitu Rp 6.000 untuk tarif bawah dan Rp 7.000 untuk tarif atas.

 

"Rugilah, jelas. Cuma kita nggak berteriak aja kan. Kita menunggu dari Organda, nggak berani sembarangan (naikin tarif)," kata Irwan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement