Selasa 18 Nov 2014 23:41 WIB

Astaga, Perbudakan di Indonesia Meningkat 300 Persen

Rep: C97/ Red: M Akbar
Executive Director of Migrant Care, Anis Hidayah (file photo)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Executive Director of Migrant Care, Anis Hidayah (file photo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Berdasarkan data yang diluncurkan oleh Walk Free dalam Global Slavery Index 2014, angka perbudakan Indonesia meningkat 300 persen. Dari 210.970 orang di tahun sebelumnya, menjadi 714.300 orang sekarang. Berita tersebut disampaikan oleh Anis Hidayah dari Migrant Care Indonesia (MCI) pada saat peluncuran indeks perbudakan di Warung Daun Cikini Jakarta Pusat, Selasa (18/11).

Menurutnya perbudakan modern pada warga Indonesia banyak terjadi di sektor pekerja rumah tangga, nelayan dan pertanian. "Kita masih ingat ada 169 pekerja rumah tangga migrant dipasung di Sukabumi. Karena mereka stres setelah mengalami kekerasan seksual oleh majikannya", ungkap Anis.

Kondisi ini sangat memperihatinkan, ditambah lagi posisi Indonesia menempati peringkat ke-delapan dengan kasus perbudakan tertinggi dari 167 negara. Padahal sudah ada UU ketenagakerjaan yang mengatur masalah perlindungan TKI dimana pun mereka berada.

Dalam penjelasannya Catherine Bryan dari Walk Free menceritakan bahwa selain jumlah perbudakan, indeks ini pun turut memasukan komponen kepedulian dan respon pemerintah. "Ada tiga tujuan dari Indeks Perbudakan Global yang kami luncurkan. Memberikan dugaan angka perbudakan, mengukur kebijakan pemerintah, dan mengidentifikasi faktor yang membuat kita rentan terhadap perbudakan", tutur Catherine.

Kelemahan pemerintah dalam menangani masalah perbudakan pun dibenarkan oleh Bobi dari MCI. Menurutnya pemerintah melalui P2TKI sangat gagap melayanu pekrja migran yang pulang ke Indonesia.

"TKI dikembalikan ke perusahaan perekrutnya. Lalu paksa untuk menandatangani surat yang menyatakan PT sudah bertanggung jawab kepada mereka. Setelah itu mereka hanya diberi uang seratus hingga satu juta rupiah", kata Bobi.

Oleh sebab itu kinerja pemerintah harus diperbaiki. Kemenaker melalui Direktur Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri, Guntur Witjaksono berjanji untuk melakukan pengawasan rekrutmen TKI. Dengan begitu diharapkan perilaku semena-mena terhadap pekerja dapat dihilangkan.

Guntur pun menambahkan bahwa salah satu faktor penyumbang angka perbudakan adalah peran para calo tenaga kerja. Ia mengakui pemerintah belum memiliki sarana informasi kerja yang baik.

"Saat ini pemerintah belum mampu menyediakan info kerja yang baik kepada masyarakat", tutur Guntur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement