Selasa 18 Nov 2014 16:56 WIB

Harusnya BBM Naik sebelum Pemilu

Rep: C89/ Red: Winda Destiana Putri
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (keempat kiri) dan para Menteri Kabinet Kerja mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/11) malam.
Foto: Republika/Yasin Habibi/ca
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (keempat kiri) dan para Menteri Kabinet Kerja mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/11) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga BBM dinilai tidak tepat waktu. Hal ini dikarenakan, saat ini harga minyak mentah dunia turun. Jauh dibawah asumsi APBNP 2014.

Mengenai hal diatas, anggota fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno mengatakan wacana menaikkan BBM seharusnya sudah dilakukan sejak sebelum pemilu. Tentunya saat itu pada masa pemerintahan SBY-Boediyono.

"Seharusnya ini sudah dinaikkan sebelum pemilu. Terus, September dinaikkan sekali lagi. Tapi mana mau orang ikut pemilu naikkan BBM? Bunuh diri," kata dia di kompleks Parlemen, Selasa (18/11).

Pernyataan Hendrawan diatas mengisyaratkan pemerintah sebelumnya tidak mau menaikkan harga BBM karena memiliki kepentingan pada pesta demokrasi tersebut. Apabila dinaikkan, berpotensi menjadi boomerang dalam konteks perolehan suara.

Sementara itu, meskipun kebijakan ini tidak dapat dihindari, menurut Hendrawan saat ini pemerintah masih memberikan subsidi sebesar 700 rupiah. Hal itu berdasarkan perhitungan harga minyak mentah sebesar 80 dollar yang ditukar dengan kurs rupiah sebesar 12.000, harganya menjadi 9200 per liter.

Mengenai keluarnya kebijakan diatas, Hendrawan mengatakan pemerintah tidak perlu harus berkonsultasi dengan DPR. Karena, kata dia, dalam UU APBN dan APBNP 2014 tidak mengatur ketentuan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement