REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akhirnya resmi menaikkan harga BBM bersubsidi. Pengumuman kenaikan harga BBM dilakukan sendiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka pukul 21.00 WIB, Senin (17/11).
Harga BBM ditetapkan naik Rp 2.000 per liter. Untuk premium, dari yang semula Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter. Sementara, untuk solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter.
"Saya tetapkan harga BBM baru akan berlaku pukul 00.00 WIB terhitung tanggal 18 November," ujar Jokowi yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan sejumlah menteri Kabinet Kerja.
Menurut Jokowi, keputusan untuk menaikkan harga BBM ini telah melalui serangkaian pembahasan panjang, mulai dari sidang kabinet, rapar koordinasi teknis di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dan rapat terbatas di Istana.
Jokowi melanjutkan, selama ini negara kekurangan dana untuk membangun infrastruktur, memperbaiki kualitas pendidikan, dan menambah layanan kesehatan. Hal itu, ucap dia, karena sebagian besar anggaran dihambur-hamburkan untuk subsidi BBM yang sebagian besarnya dinikmati oleh kalangan menengah ke atas.
Diketahui, selama 2009-2013, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi BBM jumlahnya mencapai Rp 715 triliun. Sementara, anggaran untuk kesehatan justru hanya Rp 202 triliun. Adapun anggaran untuk infrastruktur jumlahnya juga masih kalah dibanding subsidi BBM, yakni hanya Rp 577 triliun.
Sebagai konsekuensi dari kenaikan harga BBM ini, pemerintah akan memberikan perlindungan sosial pada keluarga kurang mampu.
Program perlindungan diberikan dalam bentuk Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Jokowi menyebut, ketiga kartu tersebut diberikan untuk menjaga daya beli rakyat.
"Semoga keputusan mengalihkan subsidi BBM ini menjadi jalan pembuka untuk menghadirkan anggaran belanja yang lebih bermanfaat bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan," ucap mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.