REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Perppu Nomor 1/2014 tentang Pilkada yang diajukan oleh anggota DPRD Provinsi Papua, Yanni.
Ia mengajukan pengujian pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada yang mengatur jika terjadi kekosongan kepala daerah maka secara otomatis wakilnya diangkat sebagai penggantinya.
"Rumusan dalam pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil. Di mana hak politik terabaikan," kata kuasa hukum pemohon Syahrul Arubusman saat membacakan permohonannya dalam sidang di MK Jakarta, Senin (17/11).
Menurut Syahrul, pasal tersebut telah menghilangkan potensi pemohon untuk dipilih sebagai kepala daerah atau memilih kepala daerah dalam kedudukannya sebagai warga negara seperti yang tercantum dalam pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Pasal itu menyebutkan, "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".
Dia juga mengatakan rumusan pasal tersebut juga berpotensi menimbulkan ketidakpercayaan terhadap kepala daerah apabila mekanisme pergantiannya tanpa melalui proses pemilihan yang demokratis.
Bunyi lengkap pasal 203 ayat (1) yaitu, "Dalam hal terjadi kekosongan gubernur, bupati, dan wali kota yang diangkat berdasarkan UU Nomor 32/2004 tentang Pemda, wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil wali kota menggantikan gubernur, bupati, dan wali kota sampai dengan berakhir masa jabatannya".
Untuk itu, pemohon minta MK permohonan provisi memerintahkan presiden dan mendagri untuk menunda proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah. Setidaknya sampai adanya putusan MK dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam pokok perkara, pemohon minta MK menyatakan pasal 203 ayat (1) Perppu Pilkada bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.