Ahad 16 Nov 2014 11:16 WIB

Kerugian Akibat Macet di Bandung Capai Rp 4,36 triliun

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Indira Rezkisari
Kemacetan di Kota Bandung, Jawa Barat.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Kemacetan di Kota Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kemacetan di sejumlah kota besar di Indonesia, menimbulkan kerugian baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Total kerugian secara ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Metropolitan Bandung, nilainya  mencapai Rp 4,36 triliun per tahun. Sementara biaya transportasi warga Bandung sudah mencapai Rp 436 ribu per bulan atau 22 persen dari gross expenditure dari angka ideal 20 persen.

''Di 2002 saja, biaya sosial akibat kemacetan di Kota Bandung mencapai Rp 1,2 triliun atau Rp 1,8 miliar per hari,'' ujar Guru Besar Institut Teknologi Bandung Prof Ofyar Z Tamin, kepada wartawan belum lama lama ini.

 

Menurut Ofyar, biaya sosial yang harus dikeluarkan akibat kemacetan, tak hanya terjadi di Kota Bandung saja. Di kota besar seperti Jakarta, biaya sosial kemacetan di 2003 mencapai Rp 17,2 triliun atau Rp 47 miliar per hari. Sedangkan di Jabodetabek mencapai Rp 5,4 triliun atau Rp 14,8 miliar per hari.

Menurut Ofyar, biaya sosial tersebut timbul karena kemacetan mengakibatkan pemborosan waktu. Ini, belum diperhitungkan biaya pencemaran udara, kesehatan, dan lain-lain. Selain itu kondisi kemacetan lalu lintas jalan semakin menyebar ke semua waktu dan hampir ke semua ruas jalan.

Ofyar menjelaskan, transportasi di Metropolitan Bandung, telah menyebabkan dampak secara ekonomi, dampak lingkungan dan dampak sosial.  Dampak lingkungannya, sektor transportasi mengkontribusi lebih dari 66,34 persen emisi gas buang Kota Bandung. Sementara dampak sosialnya, adalah jumlah kecelakaan lalu lintas yang terus meningkat hingga 22,37 persen per tahun. ''Namun, dampak kesehatan secara fisik dan psikis masyarakat belum dapat diukur," katanya.

Sementara menurut Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Dicky Sahroni, penduduk Jawa Barat sangat besar, bahkan dua kali dari jumlah penduduk Malaysia. Kondisi ini, menjadi tantangan besar dalam hal transportasi. Dilihat dari sisi sarana dan prasarana, baik dari jaringan dan moda transportasi, sudah tidak mampu lagi mengejar kebutuhan masyarakat. Jalan hanya tumbuh sekian persen, tapi penduduk dan aktivitas 100 kali lebih besar.

''Demikian juga dari pola pergerakan, di Jabar acak-acakan tidak teratur akibat penggunaan lahan yang juga tidak teratur," katanya.

Dikatakan Dicky, ketidakteraturan dalam penempatan fungsi perumahan, tempat kerja, dan industri, telah menyebabkan beban transportasi makin besar khususnya beban jalan. Oleh karena itu, harus dipecahkan bersama karena pembangunan ekonomi tidak akan berarti jika infrastruktur transportasi tidak mendukung.

Saat ini, kata dia, perjalanan Bandung-Cirebon tidak bisa ditempuh dalam waktu 3,5 jam.  Terkadang, bahkan sampai 5 jam. Di daerah lainnya, jarak hanya 50 Km tapi harus ditempuh 5 jam. Padahal, kalau menggunakan pesawat sudah sampai Hongkong. ''Sehingga ketika kita punya agenda pengembangan pariwisata akan sulit. Bagaimana mau mengembangkan pariwisata kalau transportasinya tidak sehat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement