REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (Ical) dianggap gagal dalam beberapa hal. Karenanya, ia harus diganti dengan pemimpin baru pada munas 2015.
Pengamat komunikasi politik, Emrus Shihombing mengatakan, kegagalan Ical antara lain, ketidakberhasilan untuk mencapai target pemenangan pemilihan anggota legislatif. Kemudian gagal mengajukan capes dalam pemilu 2014.
"Ical harus intropeksi diri dan memberikan kesempatan menjadi ketua partai kepada anggota Golkar yang lain," kata dia, Jumat (14/11).
Menurutnya, ada kecurigaan jika Ical akan mencalonkan diri kembali untuk menjadi ketua umum. Padahal partai membutuhkan pembaharuan dan inovasi politik melalui pemimpin baru.
Kecurigaan tersebut muncul saat beberapa DPD terlihat akan memberikan sikap aklamasi di munas. "Ada desas desus beberapa DPD akan lakukan aklamasi untuk memilih ketua tahun depan", tutur Inisiator Gerakan Regenerasi Partai Golkar, Agun Gunanjar.
Menurutnya, cara tersebut harus dihindari agar ketua partai berlambang beringin itu bukan orang yang sama. Emrus pun mendukung pernyataan Agun. "Aklamasi hanya dilakukan oleh para pecundang. Jika merasa berani, ya harus bersaing langsung," kata Emrus.
Agun menginginkan munas Golkar digelar lebih demokratis. Jangan sampai terulang kembali peristiwa seperti munas di Pekanbaru.
Karena musyawarah dilakukan dengan cara yang tidak memuaskan, akhirnya kader utama Golkar menyatakan keluar. Seperti Surya Paloh dan Wiranto. "Itu karena ada kekecewaan yang mereka rasakan. Makanya mereka buat partai baru", kata Agun.
Emrus berpandangan, Ical harus melakukan dua hal untuk menjadi pemimpin yang baik. Pertama, mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mundur dari jabatan.
Dua, mempersiapkan penerus yang lebih baik untuk menggantikannya. "Seharusnya pemimpin yang baik menyiapkan pengganti yang lebih baik darinya. Bukan malah membonsai bawahan-bawahannya", kata Emrus.