REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kuasa Hukum Udar Pristono yang diwakili Tonin Tachta Singarimbun menyambangi Badan Reserse Kriminal Umum (Bareskrim) Polri, Kamis (13/11) untuk melaporkan beberapa pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan perbedaan hasil timbangan bus Transjakarta.
Kelima orang tersebut, yaitu Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono, Direktur Penyidikan Jampidus Suyadi, Kasubdit Tipikor Sarjono Turin, Penyidik Victor Antonius, dan beberapa Jaksa lain. Tonin pun melaporkan ahli UGM yang terlibat dalam proses pengembangan kasus tersebut.
"Memang bisa dilihat unsur pidananya dari unsur-unsur yang lain. Bisa ditekan ke pidana pasal 263 tentang pembuatan keterangan atau dokumen palsu," kata Tonin di depan Bareskrim Polri, Kamis (13/11).
Tonin mengatakan, dalam laporan berita acara penyidikan (BAP) pada sidang pra peradilan Udar yang lalu, terdapat perbedaan keterangan dengan hasil investigasi yang dilakukan oleh pihaknya.
Menurutnya, dari hasil investigasi yang dilakukan, 125 unit bus yang baru diserahterimakan tersebut tidak ditimbang oleh penimbang yang berkompetensi. Bus-bus tersebut, lanjutnya, malah ditimbang sendiri oleh Kejaksaan Agung.
"Yang menimbang itu dilakukan oleh entah Jaksa entah ahli dari UGM kami tidak tahu, ini polisi yang menyidik. Mereka bukan penimbang yang punya kompetensi untuk itu karena menimbang itu ada penimbang bersumpah namanya, jadi tidak sembarang orang menimbang," jelasnya.
Pihaknya pun, lanjut Tonin, telah meminta keterangan dari Dirjen Angkutan Darat Kementerian Perhubungan dan Balai Uji KIR Pulogadung yang memiliki kompetensi untuk melakukan penimbangan.
Hasilnya, kedua lembaga tersebut mengaku tidak ada permintaan penimbangan yang dilakukan oleh jaksa maupun UGM.
"Yang ada mereka menimbang sendiri meminjam alat. Empat ditimbang di Pulogadung, 121 unit ditimbang tidak tahu dimana tapi katanya di gudang pool Transjakarta," kata Tonin.
Tonin mengatakan, terhadap 125 unit bus tersebut, Kejagung mengatakan ada kerugian negara sebesar Rp 397 miliar yang berasal dari total uang yang dibayarkan oleh empat vendor pemegang bus-bus tersebut.
Namun, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan kerugian yang dialami sebesar Rp 54 miliar dan berasal dari keuntungan empat vendor tersebut.
"Setelah kita gali dan lihat, ternyata penyebab kerugian negara itu adalah harga yang dikatakan terlalu mahal, bobot Transjakarta tidak sesuai dengan spesifikasi karena seharusnya 26 ton, ternyata 30 ton," jelasnya.