REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua KPI Judhariksawan mengatakan banyak masyarakat yang mengeluhkan isi tayangan televisi. Tayangan televisi tersebut, lanjutnya, dapat memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
"Bisa membentuk watak karakter bangsa yang kurang baik. KPI diharapkan untuk jangan ragu-ragu semakin tegas untuk menegakkan hukum penyiaran ini," katanya di Kantor Wakil Presiden, Kamis (13/11).
KPI pun menemui wakil presiden Jusuf Kalla untuk membahas penegakan hukum penyiaran. "Bapak wapres memberikan arahan terkait penegakan hukum penyiaran. Dimana KPI diharapkan bisa menjalin kerjasama dengan penegak hukum," katanya.
Judhariksawan mengatakan KPI hanya dapat melakukan pengawasan terhadap isi siaran. Sehingga, sinergi dengan aparatur penegak hukum pun sangat diperlukan.
"Apakah dengan Kemenkominfo terkait pengaturan frekuensi dan izin frekuensi atau aparatur penegak hukum seperti kepolisian terkait jika terjadi pelanggaran pidana penyiaran yang ada aturannya dalam UU," jelas Judhariksawan.
Ia menerangkan, sejauh ini, menurut UU, KPI hanya memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif seperti teguran tertulis, pengurangan durasi siaran, dan penghentian siaran. KPI tidak dapat menjatuhkan hukuman pidana terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.
Meskipun begitu, KPI sebagai lembaga pengawas memiliki kewenangan untuk menemukan tindak pidana penyiaran. Penemuan tersebut, lanjutnya, dapat diteruskan kepada aparatur yang berwenang. Meskipun begitu, ia mengatakan tak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh institusi penyiaran dapat dipidanakan.
"Ada beberapa kategori pelanggaran. Misalnya isi siaran itu tidak boleh berisi fitnah bohong atau menyesatkan. Salah satu yang ada di UU penyiaran. Ancamannya adalah pidana. Itu dipandang sebagai tindak pidana penyiaran," katanya.