Kamis 13 Nov 2014 14:21 WIB

Temui JK, KPI Minta Arahan

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Mansyur Faqih
Logo Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Foto: kpi
Logo Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPI Judhariksawan menemui Wapres Jusuf Kalla (JK) siang ini, Kamis (13/11). Menurutnya, pertemuan itu dilakukan untuk membahas penegakan hukum penyiaran.

"Wapres memberikan arahan terkait penegakan hukum penyiaran. Di mana KPI diharapkan bisa menjalin kerja sama dengan penegak hukum," katanya di kantor wapres, Kamis (13/11).

Penegakan peraturan penyiaran penting dilakukan terhadap berbagai penyiaran televisi di Indonesia. Menurutnya, banyak masyarakat yang mengeluhkan isi tayangan televisi.

Tayangan televisi tersebut, lanjutnya, dapat memberikan dampak negatif kepada masyarakat. "Bisa membentuk watak karakter bangsa yang kurang baik. KPI diharapkan untuk jangan ragu-ragu semakin tegas untuk menegakkan hukum penyiaran ini," jelasnya.

Menurut Judhariksawan, KPI hanya dapat melakukan pengawasan terhadap isi siaran. Sehingga, sinergi dengan aparatur penegak hukum pun sangat diperlukan. 

"Apakah dengan kemenkominfo terkait pengaturan frekuensi dan izin frekuensi, atau aparatur penegak hukum seperti kepolisian terkait jika terjadi pelanggaran pidana penyiaran yang ada aturannya dalam undang-undang," jelas Judhariksawan.

Selama ini, kata dia, KPI tidak dapat menjatuhkan hukuman pidana terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran. Meski pun sebagai lembaga pengawas, KPI memiliki kewenangan untuk menemukan tindak pidana penyiaran. 

Penemuan tersebut, lanjutnya, dapat diteruskan kepada aparatur yang berwenang. Judhariksawan menjelaskan tak setiap pelanggaran yang dilakukan oleh institusi penyiaran dapat dipidanakan. 

"Ada beberapa kategori pelanggaran. Misalnya isi siaran itu tidak boleh berisi fitnah bohong atau menyesatkan. Salah satu yang ada di UU Penyiaran. Ancamannya adalah pidana. Itu dipandang sebagai tindak pidana penyiaran," katanya. 

KPI pun, tambahnya, dapat memberikan rekomendasi pencabutan frekuensi siaran kepada kementerian. Ia mencontohkan, KPI telah merekomendasikan kepada Kominfo untuk meninjau dua lembaga siaran. 

"Tapi di dalam UU Penyiaran ada aturan seperti ini. Bahwa pencabutan siaran apabila ada putusan pengadilan yang tetap. Nah mungkin di sana ada prosesnya. Apakah pelanggaran bisa sampai pencabutan izin siaran, jawabannya bisa saja," kata Ketua KPI.

Judhariksawan mengatakan sejauh ini KPI hanya memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif. Seperti teguran tertulis, pengurangan durasi siaran, dan penghentian siaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement