REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak mudah membubarkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tidak berbadan hukum, seperti Front Pembela Islam (FPI), karena perlu kajian komprehensif.
"Untuk pembubaran ormas yang tidak berbadan hukum, perlu prosedur yang ketat. Jadi, tidak mudah dan perlu kajian komprehensif," kata Mendagri melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang, Kamis.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu menegaskan bahwa posisi negara atau pemerintah wajib memberikan peringatan, pembinaan, dan peninjauan kembali atau sanksi sesuai dengan tahapan-tahapannya.
Terkait dengan permasalahan penjatuhan sanksi kepada ormas yang tidak berbadan hukum, seperti FPI, Mendagri mengatakan bahwa hal itu sudah diatur secara "rigid" dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yakni Pasal 60 sampai dengan Pasal 67.
Sebelum pencabutan surat keterangan terdaftar (SKT) dilakukan, kata Mendagri, harus ditempuh terlebih dahulu langkah-langkah, seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah melakukan langkah persuasif, kemudian memberikan peringatan tertulis, mulai tahap satu, dua, hingga tiga.
Bila ormas tidak mematuhi peringatan tertulis, lanjut Tjahjo, dapat dijatuhi sanksi penghentian bantuan atau hibah dan/atau penghentian sementara kegiatan.
Menyinggung ormas lingkup nasional, Mendagri mengatakan bahwa pemerintah wajib meminta pertimbangan Mahkamah Agung untuk penghentian sementara kegiatan ormas tersebut.
Untuk penghentian sementara kegiatan di daerah, pemerintah daerah minta pertimbangan DPRD setempat, kejaksaan, dan kepolisian sesuai dengan tingkatan.
"Pencabutan SKT (surat keterangan terdaftar) setelah mendapat pertimbangan Mahkamah Agung," tutur Mendagri.
Di dalam Pasal 60 UU No. 17/2013 tentang Ormas, disebutkan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59.
Pemerintah atau pemerintah daerah, sebagaimana ketentuan di dalam UU Ormas Pasal 60 Ayat (2), melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran tersebut.