REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim), melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Jatim menerapkan rumus baru penghitungan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Rumus tersebut diklaim lebih menguntungkan kedua belah pihak, baik pengusaha maupun pekerja.
Dijelaskan Kepala Disnakertransduk Jatim Edi Purwinarto, sebelumnya, rumus penghitungan UMK yang digunakan adalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), ditambah nilai inflasi dan ditambah nilai pertumbuhan ekonomi. Sementara rumus baru, menurut Edi tidak memasukan penghitungan KHL, melainkan UMK periode sebelumnya, ditambah nilai inflasi dan ditambah nilai pertumbuhan ekonomi.
Menurut Edi, perhitungan tersebut lebih adil bagi buruh dan memberi kepastian kepada pengusaha dan calon investor. Keuntungan bagi buruh, menurut Edi, adalah tidak akan ada lagi Kabupaten/Kota yang mengusulkan UMK di bawah nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Tahun ini saja, kita menerima, ada Kota/Kabupaten yang mengusulkan UMK di bawah inflasi. Ada yang cuma empat persen, padahal inflasi sendiri 4,5 persen,” ujar Edi di Surabaya, Rabu (12/11).
Sementara bagi pengusaha dan investor, menurut Edi, karena rumus tersebut praktis, mereka sudah memiliki bayangan berapa beban upah yang harus dikeluarkan di tahun mendatang atau ketika berinvestasi. Dengan begitu, Edi berharap, akan lebih banyak investor yang masuk ke Jatim dan lapangan pekerjaan terbuka lebih luas.
Edi menjelaskan, pertimbangan menghilangkan KHL karena perhitungan tersebut dianggap rumit dan sarat perdebatan.
“Survey KHL mustinya dilakukan tim survey Dewan Pengupahan, tetapi faktanya, ada versi ini-itu, sehingga hasilnya banyak versi dan menjadi bahan perdebatan,” ujar Edi.
Edi berpendapat rumus baru penghitungan UMK diharapkan berlaku efektif dan tidak dapat ditawar-tawar. Edi menambahkan, rumus tersebut rencananya akan diajukan ke Pemerintah Pusat dengan harapan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah.