REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan wacana pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan G-20 harus disertai pembenahan beragam aturan serta penerapan sektor kelautan dan perikanan.
"Pengunduran diri Indonesia dari G-20 berpotensi baik jika dilakukan pembenahan di dalam negeri," kata Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Menurut Abdul Halim, pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahwa Indonesia dirugikan di sektor perikanan sehingga menjadi landasan utama untuk keluar dari G-20, dinilai masuk akal.
Selain itu, ia berpendapat bahwa sejauh ini keterlibatan Indonesia di pentas internasional tidak memberikan manfaat kepada produsen di dalam negeri yang mencakup dari urusan pangan dan berbagai hal lainnya.
"Indonesia justru banyak bergantung kepada pihak asing," katanya.
Padahal, ujar dia, urusan pangan menjadi sangat jelas untuk menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap pihak asing.
Sekjen Kiara mencontohkan, ketergantungan itu antara lain dari banyaknya protein dan karbohidrat yang diimpor dari pihak asing.
Untuk itu, Abdul Halim menegaskan perlunya ada pembenahan di dalam negeri mulai dari kebijakan dan reorientasi program kemandirian produsen domestik.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendesak agar aturan terkait ekspor dan impor komoditas perikanan dalam kelompok G-20 tidak merugikan sektor perikanan Republik Indonesia.
"Kita ingin menjadi tuan rumah dan berdaulat di negeri sendiri," kata Susi Pudjiastuti dalam acara dialog Menteri Kelautan dan Perikanan dengan pelaku usaha di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Selasa (11/11).
Menurut Susi, dirinya telah meminta kepada Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan KKP untuk menyurati sejumlah instansi guna meminta keluar dari G-20 untuk sektor perikanan, bila ternyata aturannya merugikan Indonesia.
Ia mengemukakan bahwa aturan yang merugikan antara lain adalah beban tarif beragam komoditas ekspor seperti tuna dan udang, padahal portofolio RI untuk komoditas tersebut bisa mencapai ratusan juta dolar AS.
Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan Indonesia di G-20 bukanlah negara yang berperan besar dalam pengambil keputusan dalam perhimpunan negara-negara di tingkat global tersebut.
"Kita di G-20 juga tidak bisa ambil keputusan. Kita bukan G-8, kita hanya penggembira," ucapnya.