Selasa 11 Nov 2014 17:56 WIB

'Pemda Harus Berani Selesaikan Masalah Ahmadiyah'

Aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Ahmadiyah.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Aksi unjuk rasa menuntut pembubaran Ahmadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM – Pengamat dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta HM Ridwan Lubis menyarankan pemerintah daerah harus berani mengambil kebijakan konkret dalam menyelesaikan masalah Ahmadiyah yang sudah berkepanjangan.

Ditemui di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (11/11), dia mengatakan kebijakan yang konkret dari pemerintah daerah (pemda) itu kemudian dijadikan kesepakatan bersama berdasarkan suara rakyat melalui DPRD.

"Langkah apa saja terserah, asalkan jangan mengarah pada anarkis karena itu bukan menyelesaikan masalah, tapi menimbulkan masalah baru," katanya ketika menjadi pembicara pada sosialisasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri tentang Keberadaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia.

Dalam pemaparannya, Ridwan menjelaskan, penganjur Ahmadiyah mulanya mendarat di Tapak Tuan, Aceh Selatan, pada 1925. Setelah menyebar di Medan, dan selanjutnya dikembangkan di Pulau Jawa, dan menyebar ke berbagai daerah, termasuk di Pulau Lombok, NTB.

Di dalam perkembangannya, kata dia, kedatangan Ahmadiyah menimbulkan gejolak di masyarakat, sehingga muncul berbagai gerakan penolakan. Letak keberatan itu bahwa Ahmadiyah bukan merupakan agama baru, dan ajarannya bertentangan dengan keyakinan umat Islam.

"Kehadiran Ahmadiyah menimbulkan konflik di berbagai daerah, akhirnya keluarlah SKB tiga menteri," ujar mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama Kementerian Agama ini.

Pada kenyataannya, kata dia, SKB tersebut belum mampu meredam konflik-konflik yang hingga saat ini masih terjadi di berbagai daerah, termasuk NTB akibat adanya penolakan keberadaan Ahmadiyah.

Di satu sisi, Kementerian Agama tidak berada pada posisi mengambil keputusan karena ada pada lembaga lain. Oleh sebab itu, menurut Ridwan, kehadiran tokoh agama dan tuan guru sangat penting. Mereka harus menyatukan bahasa dan bersinergi dengan pemda dalam menyelesaikan persoalan Ahmadiyah di daerahnya.

"Menurut saya pemda harus mengambil sikap dan pendapat yang konkret setelah mendengar pendapat dari semua pihak, terutama kalangan ulama," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement