REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan Muh Hanif Dhakiri meminta status Atase Ketenagakerjaan bisa menjadi setingkat diplomat sehingga lebih efektif dalam menjalankan tugas perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
"Dari 13 Atase Ketenagakerjaan di 12 negara penempatan TKI, hanya empat Atase Ketenagakerjaan saja yang memiliki status diplomat sedangkan sisanya hanya berstatus staf teknis," katanya, Selasa (11/11).
Akibatnya persoalan-persoalan TKI tidak semua dapat diatasi oleh atase atau perwakilan Indonesia di luar negeri. Ia mengaku sudah bertemu dan meminta dukungan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan/RB) untuk perubahan status tersebut.
Menurutnya, faktor kapasitas atase ikut memberikan kontribusi pada minimnya perlindungan terhadap TKI.
"Jadi bukan karena permasalahan TKI diabaikan tapi memang kapasitas atase kita tidak cukup memadai untuk memberikan respon yang cukup bagi persoalan-persoalan tenaga kerja kita di luar negeri," jelas Hanif.
Saat ini atase yang berstatus diplomat adalah atase di Malaysia, Arab Saudi (Riyadh), Kuwait dan Uni Emirat Arab. Sisanya adalah staf teknis ketenagakerjaan terdiri dari perwakilan Arab Saudi (Jeddah), Qatar, Yordania, Singapura, Brunei Darussalam, Suriah, Hong Kong, Korea Selatan, dan seorang Kepala Bidang Ketenagakerjaan di KDEI Taiwan.
Atase ketenagakerjaan mempunyai tugas pelayanan tenaga kerja yang diantaranya perlindungan TKI, pendataan TKI di negara penempatan, pemantauan keberadaan TKI, penilaian terhadap mitra usaha atau agen dalam pengurusan dokumen TKI, upaya advokasi TKI, legalisasi perjanjian atau kontrak kerja serta pembinaan TKI yang telah ditempatkan.