REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Suryadharma Ali-Djan Faridz dikabulkan, partai berlambang Ka'bah segera menggelar konsolidasi internal partai.
Konsolidasi internal partai ini diharapkan kembali menyolidkan kader-kader yang selama ini berseteru soal kepengurusan yang sah.
Ketua DPP PPP versi Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah mengungkapkan, pihaknya segera mengambil langkah untuk meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly untuk mengoreksi Surat Keputusan (S.K) yang mengesahkan partai PPP kubu Romahurmuziy.
"Kita berharap Menkumham mau mengoreksi S.K yang dikeluarkannya, karena itu bermuatan politis dan melanggar Undang-Undang," kata Dimyati saat dihubungi Republika, Ahad (9/11).
Dimyati menambahkan, Menkumham melanggar UU dan tidak mengindahkan masukan dari jajaran Kementerian Hukum dan HAM karena telah mengeluarkan S.K tersebut.
Pasalnya, Direktorat Jenderal AHU sudah mengeluarkan surat yang isinya persoalan di PPP harus diselesaikan oleh internal partai sebelum disahkan oleh Kemenkumham.
Alasan yang digunakan oleh Menkumham bahwa harus disahkan maksimal 7 hari sarat muatan politis. Sebabnya, secara normal memang berlaku maksimal 7 hari, namun kondisi PPP saat itu tengah terjadi konflik. Jadi, S.K yang dikeluarkan Menteri dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut justru menabrak UU.
Menurut Dimyati, pihaknya masih berharap Menkumham bersedia mengoreksi atau membatalkan S.K yang sudah dikeluarkannya. Dengan begitu, jalan perdamaian atau islah antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy dapat dilakukan secara internal melalui Majelis Pertimbangan Partai (MPP). Terlebih, gugatan PTUN untuk S.K tersebut sudah dikabulkan.
"Kalau mentok Menkumham tidak mau kita akan pertimbangkan untuk mengajukan interpelasi," imbuh Dimyati.
Dimyati menduga ada konspirasi terselubung dari pihak luar PPP atas kisruh yang terjadi di internal partai. Terlebih, Menkumham adalah kader dari salah satu partai politik di Indonesia. Ada kemungkinan ini terkait dengan soal sikap PPP di antara dua koalisi di DPR. Namun, ini masih sekadar dugaan Dimyati.
"Kalau Menkumhamnya saja orang parpol, pasti mereka tidak menginginkan parpol lain menjadi lebih besar dari parpolnya sendiri," ungkap Dimyati.