Jumat 07 Nov 2014 22:07 WIB

Wasekjen PPP: Keputusan Menkumham Tetap Sah dan Mengikat

Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (5/4). (Republika/Prayogi)
Simpatisan mengibarkan bendera Partai Persatuan Pembangunan (PPP) saat kampanye PPP Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Sabtu (5/4). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi kabar adanya Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor : M.HH-07.AH.11.01  TAHUN 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan, Wakil Sekjen DPP PPP Hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya, Arsul Sani, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan ke PTUN Jakarta.

“Kalaupun benar ada penetapan tersebut, maka itu tidak otomatis membuat Keputusan Menkumham tersebut batal atau menjadi tidak berlaku. Keputusan itu tetap sah selama belum ada Putusan yang final dan mengikat dari Mahkamah Agung RI yang secara tegas membatalkannya," ujar Arsul dalam rilis yang diterima ROL, Jumat (7/11).

 

Lebih lanjut, Arsul menerangkan bahwa gugatan di PTUN Jakarta diajukan oleh Suryadharma Ali dan Ahmad Gojali Harahap yang bahkan kalau dipergunakan ukuran “Muktamar PPP di Sahid Jaya, Jakarta”, maka keduanya sudah bukan Ketua Umum atau Wakil Sekjen DPP PPP lagi.

“Jika-pun yang dipakai pedoman adalah “Muktamar PPP di Jakarta, maka mereka sudah bukan pengurus DPP PPP lagi sehingga tidak punya kapasitas maupun kepentingan untuk mengatasnamakan DPP PPP”, ujar Wasekjen DPP PPP bidang hukum ini. Oleh karena itu agak mengherankan jika benar PTUN Jakarta mengeluarkan Penetapan Penundaan tersebut.

 

Menurut Arsul Sani, Pasal 67 ayat 4 UU PTUN membatasi bahwa hakim hanya dapat mengabulkan permohonan penundaan jika terdapat keadaan yang mendesak yang merugikan Penggugat apabila putusan tata usaha Negara yang digugat tetap dilaksanakan.

“Dalam perkara ini jelas kepentingan Suryadharma Ali sudah tidak ada lagi, karena dia sudah bukan Ketua Umum DPP PPP lagi. Kalau kepentingan dia sudah tidak ada, lalu dimana unsur adanya keadaan mendesak dan kerugian dia sebegai syarat untuk dikabulkannya penundaan”, kata Arsul Sani.

 

Perkara TUN memiliki sifat spesifik. “Ini bukan cuma masalah antara Menkumham dengan Suryadharma Ali saja, tapi disini melekat pula kepentingan DPP PPP yang sudah disahkan, Dewan Pimpinan Wilayah dan Cabang (DPW dan DPC) PPP dari seluruh Indonesia yang sudah bermuktamar di Surabaya, serta para anggota Fraksi PPP DPR/MPR-RI sebagai kepanjangan tangan PPP di Parlemen.

Kepada PTUN Jakarta, Arsul Sani meminta agar berhati-hati dan cermat dalam memeriksa perkara ini. Di samping DPP PPP yang sudah disahkan dengan Keputusan Menkumham tersebut akan mengajukan permohonan intervensi, maka para anggota Fraksi PPP DPR-RI, juga para Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah dan Cabang (DPW dan DPC) dari berbagai wilayah di Indonesia akan mengajukan permohonan intervensi yang sama kepada PTUN Jakarta.

“Oleh karena itu, yang paling baik adalah PTUN Jakarta tidak mengambil tindakan pendahuluan apapun sebelum semua duduk persoalan dikuasainya, apalagi yang jadi penggugat sudah bukan Ketua Umum DPP PPP lagi”, ujar Arsul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement