REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Badan SAR Nasional wilayah Mataram resmi menghentikan upaya pencarian pesawat latih dengan dua penumpang yang hilang kontak di sekitar perairan Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, sejak Kamis (30/10).
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) wilayah Mataram Budiawan, di Mataram, Jumat, mengatakan keputusan menghentikan upaya pencarian diambil karena hingga hari kesembilan proses pencarian, belum ada tanda-tanda dari pesawat dan kedua korban.
"Karena tidak ada tanda-tanda pesawat dan dua korban, maka kami memutuskan menghentikan upaya pencarian mulai pukul 17.00 WITA," katanya.
Upaya pencarian sebenarnya sudah harus dihentikan pada hari ketujuh sejak pesawat nahas tersebut dilaporkan hilang kontak. Hal itu sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), namun karena ada pertimbangan lain dari Kepala Basarnas Mataram dan Kepala Basarnas Pusat, maka upaya pencarian diperpanjang selama dua hari.
Dia menambahkan, berbagai peralatan yang digunakan untuk melakukan pencarian sudah dikembalikan. Di antaranya, helikopter dan alat "Remotely Operated Vehicle" (ROV) atau robot bawah air untuk mendeteksi bangkai pesawat latih milik Basarnas Pusat.
Budiawan mengatakan, pihaknya sudah berupaya maksimal untuk menemukan pesawat latih dan kedua korban melalui pencarian lewat darat, udara, perairan laut hingga penyelaman ke dasar laut. Namun, belum membuahkan hasil hingga saat ini.
"Kami sudah maksimal melaksanakan operasi dengan menggunakan alat canggih seperti ROB, tapi kenyataan belum bisa menemukan pesawat dan kedua korban," ucap Budiawan.
Meskipun sudah dihentikan secara resmi, Basarnas Mataram tetap siaga jika mendapatkan laporan dari masyarakat jika ada tanda-tanda pesawat atau kedua korbannya.
Pesawat latih PK-LLC jenis Liberty dengan type XL2 milik sekolah penerbangan "Lombok Intitute Flight Technology" (Lift) Mataram dilaporkan hilang kontak di sekitar perairan Pulau Moyo, Kabupaten Sumbawa, NTB, Kamis (30/10), sekitar pukul 11.25 WITA.
Pesawat latih itu membawa dua penumpang, masing-masing Boon Huan Lua, warga Singapura selaku instruktur sekaligus pilot, dan Jati Wikanto dari Desa Donolayan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, selaku siswa sekolah penerbangan Lift Mataram.