Jumat 07 Nov 2014 18:55 WIB

KAMMI: Alasan Kenaikan BBM Mengada-ada

Rep: C16/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berunjuk rasa menolak rencana kenaikan BBM di halaman gedung DPRD Sumut, Medan, Rabu (5/11). (Antara/Irsan Mulyadi)
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berunjuk rasa menolak rencana kenaikan BBM di halaman gedung DPRD Sumut, Medan, Rabu (5/11). (Antara/Irsan Mulyadi)

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA—Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diwacanakan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)  menganggap alasan kenaikan harga BBM terlalu mengada-ada.

Ketua Umum Pengurus Pusat KAMMI Andriyana menyatakan alasan subsidi BBM yang dianggap membebani APBN tidak bisa diterima. “Data 2013 menyebutkan anggaran belanja negara mencapai Rp1.842,5

triliun. Sementara, penyerapan anggaran hanya mencapai Rp1.166,2 triliun atau 67,6 persen. Kemudian, dana subsidi BBM selama ini cuma Rp 211,9 triliun,”ujar Andriyana kepada Republika, di Jakarta, Kamis (6/11).

Dengan demikian, lanjut Andriyana, subsidi BBM tidak bisa disebut membebani APBN karena masih banyak anggaran yang belum terserap dan itu lebih besar dari subsidi BBM. Belum lagi dana APBN yg dikorupsi dan

beban belanja pegawai yang sangat besar.

Lebih lanjut, Andriyana mengusulkan, sebaiknya Jokowi menepati janjinya untuk mengurangi beban APBN dengan berhemat dan membereskan korupsi. “Adalah ironis jika kemudian biaya operasional pemerintah terus dinaikkan, sementara anggaran untuk kesejahteraan rakyat malah dipangkas habis. Terlebih lagi, harga kebutuhan pokok pastinya melonjak jika harga BBM dinaikkan,” tukasnya.

Sementara itu, Wasekjen PP KAMMI Arif Susanto melihat adanya tarik menarik beberapa pihak yang berkepentingan di balik naiknya harga BBM. “KAMMI membaca muara dari kenaikan harga BBM adalah kompromi Jokowi atau JK dengan pengusaha migas asing yang ingin menguasai bisnis hilir seperti SPBU,” kata Arif.

Arif menambahkan, SPBU asing saat ini sudah bersiap menyerbu bisnis hilir. Ia khawatir  mereka sudah berhasil melobi pemerintah untuk tunduk pada kepentingan asing yang ingin menguasai pasar hilir nasional

dengan mencabut subsidi BBM secara membabi buta.

"Bila Jokowi dan JK komitmen pada kepentingan bangsa dan rakyat, sebaiknya pemerintah mengubah cara pandang terhadap BBM yang bukan komoditas bisnis semata. BBM harus dipandang sebagai strategi ketahanan dan menjaga kedaulatan nasional yang harus dikelola dengan sangat cermat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement