REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Semangat Presiden Jokowi untuk membangun Indonesia perlu diacungkan jempol. Namun demikian, sayang, Jokowi cenderung mengabaikan mekanisme yang ada.
Kartu saktinya, seperti kartu indonesia sehat, kartu indonesia pintar, dan lainnya, ternyata belum dikomunikasikan dengan DPR. “Ini bagaimana,” jelas pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, kepada Republika Online (ROL), Jumat (7/11).
DPR akhirnya protes. Mereka menilai Jokowi tidak memperhatikan mekanisme yang ada terkait pelaksanaan mekanisme ketatanegaraan. “Boleh saja Jokowi bersemangat kerja kerja dan kerja. Tapi jadinya sekarang ini, Jokowi kerja nabrak-nabrak,” imbuh Hendri.
Rusaknya hubungan Jokowi yang merupakan pimpinan eksekutif diperparah dengan tidak adanya dukungan di parlemen. Partai pendukung Jokowi dari awal tidak membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan parpol koalisi merah putih yang menguasai parlemen.
Belum lagi isu kenaikan BBM. Pesan penting yang ingin disampaikan Jokowi berubah menjadi hantu yang menakuti masyarakat. “Seharusnya partai pendukung menyuarakan pesan pengurangan subsidi BBM untuk dialihkan kepada program kesejahteraan,” imbuhnya
Namun sayang, yang selalu disuarakan adalah naiknya harga BBM ditengah harga minyak dunia sedang turun.
Hendri menyatakan semua ini terjadi karena Jokowi belum mengerti kondisinya bahwa dia harus membangun Indonesia, bukan sekadar Solo ataupun Jakarta. “Jokowi harus buktikan dirinya kerja kerja dan kerja, bukan kerja nabrak-nabrak,” imbuh Hendri.