Jumat 07 Nov 2014 10:44 WIB

Pariwisata Pengaruhi Angka Perceraian di Bali

Rep: Ahmad Baraas/ Red: Winda Destiana Putri
Salah satu di Pantai Kuta, Bali.
Foto: Antara
Salah satu di Pantai Kuta, Bali.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Kasus perceraian di Denpasar menjadi yang tertinggi dibandingkan daerah lainnya di Bali.

Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Denpasar, Drs Ketut Imaduddin Jamal SH, mengatakan, pergaulan di dunia pariwisata yang agak longgar, menimbulkan menimbulkan masalah moralitas, kecemburuan dan keretakan dalam rumah tangga.

"Terbesar kasus perceraian yang ditangani PA Denpasar adalah pasangan yang salah satunya atau kedua-duanya bekerja di sektor pariwisata," kata Imaduddin kepada Republika di Denpasar, Jumat (7/11).

Imaduddin menambahkan, hingga akhir Oktober 2014, PA Denpasar menangani sebanyak 490 perkara, sebanyak 115 kasus adalah cerai talak, 205 kasus gugat cerai. Gugatan harta bersama sebanyak empat perkara, penguasaan anak tujuh perkara, perwalian dua perkara, asal usul anak enam perkara dan pengangkatan anak dua perkara.

Selain itu sebut mantan Ketua PA Kabupaten Badung, itu kasus isbat nikah 17 perkara, wali adol satu perkara, sengketa kewarisan dua perkara dan penetapan ahli waris 37 perkara.

Dibanding dengan penanganan perkara dengan daerah lainnya di luar Bali, penanganan kasus perkara cerai atau talak di Bali terbilang kecil. "Iya jumlah kasus itu kan juga dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang beragama Islam dan juga oleh tingkat pendidikan dan kesadaran hukumnya," kata Imaduddin.

Sementara itu mengenai proses mediasi atau penanganan kasus dengan non litigasi, Imaduddin mengatakan masih sangat kecil, karena umumnya masyarakat yang datang ke PA adalah mereka yang kasusnya sudah memuncak. Dari sekitar 100 kasus yang dimediasi sebelum masuk ke kasus litigasi atau proses di pengadilan kata Imaduddin, hanya empat yang berhasil dan selebihnya kemudian dibawa ke dalam proses litigasi.

Terkait dengan pariwisata sebagai salah penyebab kasus perceraian di Bali, Imaduddin menyarankan agar mereka yang bekerja di sektor pariwisata, mengimbangi aktivitas kerjanya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Menurut Imaduddin, dengan memiliki komunitas khusus selain komunitas kerja, akan menjadi pengontrol dalam pergaulan.

"Selain takut dan taat kepada Tuhan, kalau punya rasa malu kepada masyarakat, tetangga atau teman, biasanya kasus-kasus rumah tangga bisa diselesaikan tanpa harus bercerai. Jadi kita akan punya rem dalam pergaulan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement