REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyarankan kepada Presiden Joko Widodo agar segera menyampaikan sikap tegasnya teekait isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Emrus melihat, saat ini, isu seputar kepastian kenaikan BBM sudah beredar luas di masyarakat. Hal ini menurut Emrus perlunya ketegasan sikap dari seorang presiden.
"Selama ini yang ngomong BBM naik cuma JK (Jusuf Kalla). Kini saatnya Jokowi ngomong. Biar masyarakat nggak bingung," kata Emrus saat dihubungi Republika, Kamis (6/11).
Emrus juga berpendapat, sikap Jokowi terhadap kenaikan BBM harus disertai alasan kuat yang bisa diterima seluruh masyarakat. Tidak hanya mengedepankan perspektif ekonomi, namun kata Emrus Jokowi juga harus menjelaskan dari sisi sosiologis masyarakat, sisi psikologis, hingga sisi politik yang ikut ramai karena isu BBM.
"Kalau mau menaikan dengan penjelasan, kalau tidak jadi naik juga disertai penjelasan," ucap Emrus.
Emrus kemudian ikut menyoroti adanya pandagan berbeda dari PDI Perjuangan seputar pencabutan subsidi BBM. Menurut Emrus, pihak PDI-P yang menentang kenaikan BBM karena memiliki kekhawatiran masyarakat akan semakin miskin, namun justru menguntungkan kalangan neoliberal.
Meski menolak, pendapat dari politisi PDI-P yang kontra kenaikan BBM seperti Rieke Diah Pitaloka, Efendy Simbolon dan kawan-kawan juga mesti diakomodasi oleh pemerintah. Karena penolakan mereka ini menurut Emrus punya catatan mendasar yang penting untuk dipertimbangkan.
"(Politisi PDI-P) Yang menolak kenaikan BBM tentu menginginkan adanya komitmen penuh pemerintah buat memperbaiki tata kelola niaga dari bahan bakar. Pemerintah harus beranu menjanjikan itu. Selama ini pengelolaan bahan bakar banyak yang bocor," kata dia.