Rabu 05 Nov 2014 12:19 WIB

PDIP Bantah Tolak Kenaikan BBM

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Winda Destiana Putri
Hasto Kristiyanto
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto membantah jika dikatakan partainya tak sejalan dengan keinginan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.

Sebagai partai yang berada di dalam pemerintahan, kata dia, PDIP mendukung kebijakan Jokowi-JK.

"Presiden adalah single chief executive. Posisi PDIP sebagai partai pemerintahan memberikan dukungan pada program presiden," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (5/11).

Menurut Hasto, rencana menaikkan harga BBM sudah dikonsultasikan Jokowi dengan partai. Wacana tersebut, kata dia, juga telah dikaji oleh tim transisi jauh-jauh hari sebelum Jokowi dilantik.

Karenanya, Hasto membantah jika dikatakan rencana menaikkan harga BBM hanya wacana dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) semata. "Tidak benar, pembahasan soal ini sudah ada," ujar dia.

Sebelumnya, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Aria Bima mengatakan wacana kenaikan harga BBM bukan berasal dari Presiden Jokowi. "Itu wacana JK, bukan Jokowi," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan politikus PDIP Effendi Simbolon. Menurutnya, JK-lah yang bernafsu menaikkan harga BBM. 

Padahal, sebelum dilantik sebagai presiden, Jokowi sudah melontarkan keinginannya menaikkan harga BBM. Yang terbaru, saat Rakornas Kabinet Kerja kemarin, Jokowi kembali membeberkan data yang menunjukkan subsidi BBM terlalu besar sehingga harus dipangkas.

Jokowi menjelaskan, selama 2009-2013, anggaran yang dialokasikan untuk subsidi BBM jumlahnya mencapai Rp 715 triliun. Sementara, anggaran untuk kesehatan justru hanya Rp 202 triliun. Adapun anggaran untuk infrastruktur jumlahnya juga masih kalah dibanding subsidi BBM, yakni hanya Rp 577 triliun.

"Tiap hari kita membakar (BBM) itu terus. Justru yang penting kesehatan dan inftasruktur," ujar Jokowi di hadapan para Menteri Kabinet Kerja, Gubernur dan kapolda se-Indonesia, Selasa (4/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement