Selasa 04 Nov 2014 17:32 WIB

Politisi PDI P Bali Kritisi Kartu Sakti Jokowi (2-habis)

Rep: ahmad baraas/ Red: Damanhuri Zuhri
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Keluarga Sehat.

REPUBLIKA.CO.ID,

Belajar dari pengalaman Bali menyusun anggaran pengobatan gratis bagi penduduk Bali, kata Arjaya, Bali hanya memerlukan biaya Rp 250 milyar setahun untuk biaya mengobatan 3 juta penduduknya.

Arjaya berhitung, jika untuk 240 juta penduduk Indnesia, yang besarnya 80 kali dari jumlah penduduk Bali, maka biaya yang diperlukan untuk biaya jaminan kesehatan penduduk Indonesia sebesar Rp 250 milyar dikalikan 80.

"Jadi hanya perlu Rp 20 triliun setahun. Sedangkan kenaikan BBM bisa dapat Rp 360 triliun setahun. Sisanya untuk apa ?" tanya Arjaya.

Dikatakannya, dengan memberikan tunjangan sebesar Rp 200 ribu sebulan bagi 15 juta penduduk sambung Arjaya, pemerintah hanya mengeluarkan Rp 3 triliun dan kalau diberikan selama setahun hanya perlu Rp 36 triliun bagi 15 juta penduduk.

Kalau digabung dengan biaya KIS maka jumlahnya hanya Rp 50-an triliun. "Tinggal pemerintah menghitung biaya untuk KIP dan Kartu Keluar Sejahtera, apa perlu biaya sebesar itu," katanya.

Menurut Arjaya, pemerintah pusat perlu belajar kepada Pemprov Bali soal mengelola dana untuk pengobatan gratis, sehingga tidak harus menaikkan harga BBM sebegitu besarnya.

Menurut dia, dengan kompensai sebesar Rp 200.000, tidak akan bisa digunakan menutupi dampak kenaikan biaya hidup yang ditimbulkan akibat kenaikan BBM. "Apa betul itu, dengan Rp 200 ribu bisa mengkaver seluruh akibat dari kenaikan BBM," kata Arjaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement