REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengatakan sampai saat ini pemerintah belum memutuskan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi.
"Kata siapa, kabarnya siapa? Belum diputuskan, belum diputuskan," kata Presiden Jokowi menjawab pertanyaan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, seusai menerima Menteri Luar negeri Cina Wang Yi.
Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak akan dilakukan November 2014 setelah melalui berbagai persiapan matang, antara lain menyebarkan Kartu Indonesia Sehat dan Kartu Indonesia Pintar ke masyarakat yang berhak.
"Pokoknya kenaikan harga BBM bulan inilah," kata Wapres kepada pers di Kantor Wapres, Jakarta, Senin (3/11).
Dikatakan, pemerintah masih harus menunggu penyebaran Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada seluruh masyarakat yang memang berhak menerima.
Wapres mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) adalah mengalihkan subsidi dari konsumsi ke produktif, yaitu dari masyarakat yang selama ini mampu ke masyarakat yang kurang mampu.
"Sekarang ini kan subsidi kita berikan kepada orang yang punya mobil. Itu yang akan kita ambil dan akan kita alihkan subsidi tersebut ke rakyat yang kurang mampu," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memberikan sinyal bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan dilakukan pemerintah sebelum Januari 2015.
Terkait volume BBM bersubsidi yang pada akhir tahun diperkirakan melebihi kuota 46 juta kiloliter, pemerintah akan mengupayakan cara lain yang lebih efektif dari sekedar program pengendalian konsumsi.
"Pokoknya diusahakan, agar bagaimana kuota yang ada itu tercukupi tanpa orang harus antre, karena antre itu tidak akan menyelesaikan masalah," kata Sofyan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan upaya pemerintah untuk melakukan reformasi terkait kebijakan BBM bersubsidi tidaklah mudah, karena dampak keputusan tersebut kepada sektor riil dan masyarakat kecil harus dipertimbangkan.
Menurut perkiraan, penyesuaian harga BBM bersubsidi dapat memberikan ruang fiskal memadai agar pemerintah memiliki dana untuk belanja infrastruktur dan sosial, mengurangi beban impor migas serta menjaga konsumsi BBM agar volume tidak terlampaui.
Dalam APBN-Perubahan 2014, pemerintahan sebelumnya bahkan telah memberikan alokasi anggaran dana risiko sebanyak kurang lebih Rp5 triliun untuk biaya perlindungan sosial, sebagai kompensasi bagi masyarakat miskin yang terdampak kenaikan harga BBM bersubsidi, apabila diberlakukan sebelum berakhirnya 2014.