Ahad 02 Nov 2014 19:00 WIB

Pelestarian Hutan di Desa Semoyo Digalakkan

Rep: c67/ Red: Erdy Nasrul
 Sejumlah mesin pompa penyedot pasir beroperasi di kawasan hutan bakau Nongsa, Batam, Ahad (12/10). (Antara/Joko Sulistyo)
Sejumlah mesin pompa penyedot pasir beroperasi di kawasan hutan bakau Nongsa, Batam, Ahad (12/10). (Antara/Joko Sulistyo)

REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNG KIDUL—Kerusakan hutan yang diantaranya mengakibatkan lahan hutan menjadi gundul dan mengalami kekurangan air. Karena itu, masyarakat di Desa Semoyo, Patok, Gunung Kidul, Yogyakarta melakuan pelestarian hutan sejak tahun 90-an.

Gato, Ketua kelompok serikat petani pembaharu desa setempat menjelaskan, sejarah konservasi hutan di Desa Semoyo berangkat dari kesadaran masyarakat sendiri. Berdasarkan cerita nenek moyang, kata Gato, pada tahun 70-an ketersediaan air sangat mencukupi kebutuhan masyarakat. Namun,  dalam perkembangannya, lanjut Gato, air semakin berkurang.

Semakin padatnya penduduk, kata Gato, menjadi salah satu faktor dari semakin tidak mencukupinya kebutuhan air. Selain itu, banyak masyarakat yang menggunakan pupuk kimia juga menjadi faktor. “kelompok tani ingin merubah pola hidup masyarakat setempat untuk melestarikan hutan,” ujar Gato, Sabtu (1/11) saat menerima kunjungan REDD+Academy Di Desa Semoyo, Patok, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Isu perubahan iklim di dunia, lanjut Gato, membuat di desa tersebut menggalakkan penanaman pohon. Penyadaran terhadap pentingnya menggalakkan penanaman pohon terhadap kelestarian hutan dibantu oleh banyak pihak diantaranya dari pemerintah setempat.

Secara ekonomi, hasil dari penanaman pohon cukup dirasakan untuk memenuhi kebutuhan besar rumah tangga seperti pesta perkawinan. Namun, kata Gato, masyarakat diwajibkan menanam minimal lima pohon apabila memotong satu pohon.

Dikatakan Gato, saat ini sedang dirintis Forest Bank Indonesia (FBI). Bank tersebut untuk melindungi pohon yang belum waktunya untuk dipotong. Bank tersebut menggunakan pola simpan pinjam tunda tebang.

Keni, salah seorang anggota kelompok serikat petani pembaharu menjelaskan kepada Republika terkait penggalakan penanaman pohon di hutan tempat rombongan REDD+ Academy melakukan observasi. Menurutnya, penanaman pohon digalakkan sejak zaman nenek moyang mereka. Namun, kata Keni, pendataan baru dilakukan pada tahun 2010.

Sejak tahun 2010, menurut Keni, masyarakat setempat mulai berpikir untuk memanajemen pengelolaan hutan termasuk pohon. “tujuannya biar teratur tertib gitu,” ujar Keni, Sabtu (1/11) di Desa Semoyo, Patok, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Keni menuturkan, petani hutan di desa tersebut sudah mengetahui jenis pohon yang cocok untuk ditanam. Karenanya, tidak terdapat himbauan khusus terkait jenis pohon yang harus ditanam.

Beberapa pohon yang ditanam oleh petani hutan di desa setempat yaitu, Jati, Sengon, dan Maoni. Mengenai sosialisasi terkait perubahan iklim yangterjadi di dunia, kata Keni, juga dimulai sejak tahun 2010.

Untuk mengatasi perubahan iklim, lanjut Keni, masyarakat diminta untuk tidak melakukan pembakaran dan membuang sampah sembarangan. Plang sebagai peringatan juga sudah terpasang di beberapa tempat.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement