REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Partai Pembangunan Persatuan (PPP) versi Mukhtamar Surabaya Romahurmuziy, mengatakan, keputusan Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sudah memenuhi ketentuan perundang-undangan. Menurut Romi Kemenkumham sudai sesuai dengan aturan pasal 23 ayat 3 UU no 2 tahun 2008.
“Pada UU tersebut, Kemenkumham hanya memiliki waktu tujuh hari sejak pendaftaran persyaratan itu di terima untuk menerbitkan keputusan tentang kepengurusan yang sah,” kata Romi usai menghadiri pembukaan Munas NU di Jakarta, Sabtu (1/11).
Sehingga, lanjut romi kemenkumham memiliki waktu yang sangat pendek untuk memutuskan itu. Romi mengatakan PPP versi Surabaya menyelesaikan muktamar tanggal 17 Oktober 2014, pada sore harinya, mereka telah mendaftarkan seluruh persyaratan ke menteri hukum dan ham.
Artinya, lanjut Romi, apa yang dilakukan kemenkumham sudah berdasarkan hukum. “Karena adanya mundur waktu karena pelantikan kabinet, maka baru tanggal 28 bisa diterbitkan. Jadi tindakan menteri sudah bentuk kepatuhan kepada UU,” kata Romi.
Sedangkan, menurut Romi, Muktamar yang di selenggarakan oleh kubu Suryadarma Ali, bukanlah sebuah mukhtamar yang sah. Karena menurutnya, apa yang dikatakan kubu SDA bahwa ada sebanyak 28 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP yang hadir sesungguhnya tidak hadir di Hotel Syahid.
“Silahkan saudara-saudara mencek ketua, sekertaris, dan panitia dari 28 DPW yang diklaim mereka, posisinya mereka semua ada dimana hari ini, kemarin atau lusa lau,” katanya.
Ketidakhadiran para DPW tersebut, lanjut Romi, menunjukan bahwa muktamar yang dilakukan oleh kubu SDA tidak kuorum. Hingga, secara politik tidak memiliki legitimasi, dan secara yuridis sudah selesai dengan putusan Menteri Hukum dan Ham. “Secara politk tidak dihadiri oleh separuh dewan pimpinan wilayah maupun cabang, secara hukum kita sudah diakui Kementrian,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Paramadia, Djayadi Hanan, mengatakan bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan kemenkumham patut dipertanyakan. Karena menurut undang-undang partai politik, konflik yang terjadi dipartai politik harus diselesaikan secara internal terlebih dahulu.
“Mekanismenya, seharusnya menyerahkan permasalahan konflik tersebut pada mahkamah partai masing-masing. Tapi ada kesan malah kemenkumham menabrak itu,” kata Djayadi kepada Republika, Jumat (31/10).
Sehingga, lanjut Djayadi, wajar jika PPP kubu SDA membawa kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Ini langkah yang positif dan baik, karena mereka mengambil langkah hukum. Dari pada mereka langsung memprotes kementrian hukum dan ham itu kurang baik,” ungkapnya.
Dajayadi juga menganggap bahwa langkah byang dilakukan oleh Kemenkumham merupakan langkah politis. Dan menurutnya, apa yang dilakukan oleh kemenkumham ada lah kesalahan. “Lebih cenderung bersifat politis, dan menurut saya itu sebuah blunder,” katanya.
Seharusnya, Djayadi menilai, Jika akan lebih baik jika kemenkumham tidak ikut campur terlebih dahulu masalah PPP ini. “Jika DPR ikut campur, itu masalah DPR. Tapi sebaiknya harus menunggu keputusan mahkamah partai politik. Dan apapun keputusan internal tersebut harus dipatuhi,” katanya.