REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPP Partai Persatuan Pembangunan hasil muktamar VIII Surabaya meminta kepolisian membubarkan muktamar PPP yang sedang dilaksanakan oleh kelompok Suryadharma Ali (SDA) di Jakarta.
"Kami sudah mengirimkan surat kepada Kapolri pada hari ini, yang isinya meminta kepolisian membubarkan kegiatan ilegal yang mengatasnamakan PPP," kata Ketua DPP PPP Bidang Hubungan Media Arman Remy di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.
DPP PPP hasil muktamar VIII Surabaya, kata dia, sah. Sedangan muktamar oleh kelompok SDA di Jakarta, pada 30 Oktober hingga 2 Nopember 2014 ilegal karena bukan diselenggarakan oleh pengurus yang sah.
Arman menegaskan, sesuai keputusan Menteri Hukum dan HAM, pada 28 Oktober 2014, pengurus DPP PPP yang sah adalah hasil muktamar VIII Surabaya.
"Karena itu. setelah terbitnya surat pengesahan kepengurusan PPP, maka semua kegiatan yang mengatas namakan partai PPP adalah ilegal sehingga bisa dibubarkan," katanya.
Anggota Mahkamah PPP periode 2011-2015 ini mengatakan, muktamar yang dilakukan kelompok SDA dan dihadiri oleh 28 DPW, sesungguhnya hanya klaim, karena yang hadir bukanlah orang yang memiliki hak suara yang sah.
Ia menjelaskan, pada muktamar VIII di Surabaya yang hadir 844 peserta dari 1.135 pemilik suara sah dari 26 DPW dan 450 DPC.
Jumlah tersebut jauh melampaui qorum sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam AD/ART. Muktamar tersebut memutuskan memilih Muhammad Romahurmuziy menjadi Ketua Umum secara aklamasi serta memilih 10 anggota formatur untuk membantu ketua umum terpilih menyusun struktur kepengurusan DPP PPP.
Ia menambahkan, hasil keputusan dari muktamar VIII PPP di Surabaya sudah dilaporkan ke Kementerian Hukum dan HAM pada 17 Oktober dan kemudian dilengkapi lagi pada 20 Oktober 2014.
"Kemudian Menteri hukum dan HAM menerbitkan keputusan pengesahan kepengurusan PPP hasil muktamar di Surabaya pada 28 Oktober 2014. Hal itu sesuai dengan amanah UU NO 2 tahun 2011 tentang Partai Politik," katanya.