REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ekonom makro Universitas Widaya Mandira Kupang Dr Thomas Ola Langoday, mengatakan, wacana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada awal November oleh Presiden Joko Widodo mulai mengganggu pasar yang beberapa hari sebelumnya cukup stabil.
"Terganggunya pasar akibat wacana kenaikan harga BBM bersubsidi membuat sejumlah investor yang selama ini masih menunggu dan melihat kepastian apakah pada tanggal 1 November 2014 pemerintah baru Joko Widodo dan Jusuf Kalla mewujudkan rencana itu atau tidak, mulai bergeser," katanya di Kupang, Jumat (31/10).
Dekan Fakultas Ekonomi Unwira Kupang itu mengatakan salah satu indikator yang dapat dilihat adalah nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore bergerak melemah sebesar 52 poin menjadi Rp12.134 dibandingkan posisi sebelumnya berada pada posisi Rp12.082 per dolar AS.
Bahkan, katanya, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta Jumat pagi bergerak terus melemah sebesar 33 poin menjadi Rp12.115 dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.134 per dolar AS.
Pelemahan ini, katanya, dibenarkan Analis Monex Investindo Futures Zulfirman Basir di Jakarta, Kamis (20/10) yang mengatakan mata uang dolar AS melanjutkan penguatannya terhadap rupiah Kamis pagi bahkan hingga Jumat (31/10) pagi.
Penguatan dolar AS Jumat pagi cukup memberikan sentimen negatif bagi rupiah pada Jumat ini dan mendorong dolar AS menguat yakni setelah bank sentral AS (the Fed) meyakini pemulihan ekonomi AS akan berlanjut seiring dengan perbaikan kondisi sektor tenaga kerja AS.
Menurut Langoday, upaya yang dilakukan adalah para pengambil kebijakan (Presiden Jokowi) tidak membiarkan wacana tersebut melebar dan meluas hingga sulit dikendalikan.
"Perlunya ketegasan untuk menghasilkan kepastian sehingga tidak membuat pasar gusar dan para investor yang sudah berniat menanamkan modalnya batal atau hengkang karena terlalu lama menunggu," katanya.