Jumat 31 Oct 2014 00:16 WIB

DPR Tandingan dan Ide Perppu MD3 Dinilai Ngawur dan Merusak

Rep: C87/ Red: Julkifli Marbun
 Suasana sidang paripurna penetapan anggota komisi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/10).   (Republika/Agung Supriyanto)
Suasana sidang paripurna penetapan anggota komisi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (21/10). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembentukan pimpinan DPR tandingan dan dorongan penerbitan Perppu MD3 kepada Presiden Jokowi oleh KIH dinilai ngawur. Peneliti pada Divisi Kajian Hukum dan Politik Ketanegaraan SIGMA, M Imam Nasef mengatakan secara yuridis tidak dimungkinkan adanya pembentukan pimpinan DPR tandingan. Sebab, UU MD3 sama sekali tidak memberikan ruang bagi pembentukan dan pemilihan pimpinan DPR di luar rapat paripurna.

"Pembentukan pimpinan DPR tandingan itu kan muncul akibat seluruh pimpinan alat kelengkapan dewan dikuasai oleh KMP, jadi tindakan itu sesungguhnya refleksi kekesalan KIH terhadap KMP dan itu sangat tidak etis," ujarnya melalui rilis yang diterima Republika, Kamis (30/10).

Dia mempertanyakan, kalau KIH tidak mengakui pimpinan DPR saat ini yang dipegang KMP, bagaimana legalitas dari sejumlah kegiatan kelembagaan yang sudah dilakukan DPR sebelumnya. Misalnya penyerahan pertimbangan soal perubahan nomenklatur struktur kabinet dan acara-acara kenegaraan yang sebelumnya diwakili pimpinan DPR.

Secara konstitusional, lanjutnya, pimpinan DPR yang sah adalah yang menjabat sekarang, yaitu dari KMP. Sebab, mereka telah terpilih sesuai dengan mekanisme dan ketentuan UU MD3 pada rapat paripurna yang lalu. MK melalui putusannya No. 73/PUU-XII/2014 telah menyatakan bahwa mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang diadopsi UU MD3 saat ini adalah konstitusional. "Sehingga proses pemilihan pimpinan DPR yang didasarkan pada ketentuan UU MD3 itu juga harus dianggap konstitusional," jelasnya.

Sementara itu, dorongan penerbitan Perppu MD3 menurutnya, justru akan merusak tatanan konstitusionalisme yang telah didesain sedemikian rupa dalam konstitusi Indonesia. Apalagi jika penerbitan Perppu sengaja dilakukan untuk membatalkan UU MD3. Hal itu akan mendistorsi kekuasaan pembentukan UU yang dipegang DPR.

Penerbitan suatu Perppu harus memenuhi syarat konstitusional yakni adanya kegentingan yang memaksa. Menurutnya, Presiden harus sangat hati-hati jika ingin menerbitkan Perppu, syarat konstitusional itu harus dipastikan terpenuhi.

"Jangan sampai Perppu dijadikan alat politik penguasa untuk memuluskan kepentingan politik pragmatis tertentu," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement