REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (DPW PPP) Bali memprotes keluarnya SK Kemenkumham yang mengesahkan struktur kepengurusan DPP PPP versi Muktamar Surabaya. DPW PPP Bali juga mendukunbg langkah Suryadharma Ali untuk membawa masalah itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Saya kira anggota dan simpatisan PPP tidak bisa dibodohi dan pemerintah jangan mengambil kebijakan yang tidak terpuji," Wakil Ketua DPW Bali Fauzi Hasan Hajri kepada Republika, Kamis (30/10).
Fauzi mengatakan politik adu domba dan memecah belah partai pernah terjadi di era Orba dan itu sudah lama ditinggalkan. Dulu kata Fauzi, PDI diperlakukan begitu oleh pemerintah Orba dan melahirkan perlawanan kepada pemerintah.
Untuk itu harap Fauzi, pemerintah jangan mengulangi tindakan buruk di era Orba, karena bukan tidak mungkin menghadapi nasib yang sama.
"Kita harus belajar dari Presiden sebelumnya, seperti Pak Habibie, Gus Dur dan SBY, termasuk Megawati, yang menghormati kebebasan berpendapat dan berdemokrasi. Selain tidak mencampuri urusan internal partai lain," jelasnya.
Ia mengatakan PPP saat ini sedang berusaha menyelesaikan masalah internalnya dan itu akan diselesaikan lewat Muktamar yang akan dibuka Kamis (30/10) siang ini.
Menurutnya pemerintah pun sudah tahu rencana islah itu, sehingga semestinya Kemenkum HAM tidak terburu-buru mengeluarkan keputusan yang memenangkan atau mengalahkan pihak lain yang dapat mengganggu proses islah.
Mengenai pelaksanaan muktamar yang dilangsungkan di Jakarta, Fauzi memastikan Romy dan teman-temannya juga diundang. Kalau kemudian mereka tidak hadir sebut Fauzi, itu merupakan sikap pembangkangan Romy kepada Mahkamah Partai dan Dewan Syariah Partai.
"Kami DPW Bali dan sembilan cabangnya, solid mendukung muktamar Jakarta," tegasnya.(aas)