REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon prihatin dengan pembatasan yang diberlakukan oleh beberapa negara dan masyarakat terhadap pelancong dari negara tempat virus Ebola menyerang, kata seorang juru bicara di Markas PBB, New York, Senin (27/10).
Ban percaya pembatasan itu telah memberi tekanan khusus atas pekerja perawatan kesehatan dan mereka yang telah berada di garis depan dalam kegiatan tanggap Ebola, kata Stephane Dujarric, Juru Bicara Ban.
"Pekerja kesehatan yang pulang adalah orang khusus yang mengabdikan diri mereka buat umat manusia," kata Dujarric atas nama Ban, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang. Ia menambahkan, "Mereka tak boleh menjadi sasaran pembatasan yang tidak berdasarkan ilmu pengetahuan."
Pernyataan Ban tersebut dikeluarkan setelah seorang perawat AS berbicara untuk menentang tindakan mengkarantinakan dia di New Jersey setelah ia pulang dari perjalanannya sebagai relawan dalam merawat pasien di Sierra Leone.
Kaci Hickox telah diisolasi di satu tenda di luar rumah sakit utama di Bandar Udara Internasional Newark sejak ia dibawa ke luar pesawat pada Jumat (24/10) dan ia diperkenankan keluar pada Senin.
Kebijakan karantina wajib tersebut telah tersebar ke negara bagian lain AS, termasuk New York dan Illionis. Negara lain seperti Italia juga dilaporkan telah memberlakukan pembatasan serupa.
Ban kembali menyatakan cara terbaik bagi setiap negara untuk melindungi dirinya dari Ebola ialah menghentikan wabah tersebut di sumbernya di Afrika Barat. Sekretaris Jenderal PBB itu menyatakan, "Ini memerlukan dukungan besar pekerja perawatan kesehatan internasional, kita memiliki kewajiban untuk merawat mereka."
Krisis Ebola menimbulkan ancaman yang meningkat bagi masyarakat internasional. Sebanyak 450 pekerja perawatan kesehatan diketahui telah terinfeksi Ebola dan 244 orang telah meninggal, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di dalam keterangan terkininya pada Sabtu (25/10).