REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (CW) Emerson Yuntho meminta agar penunjukan politisi sebagai Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) harus diwaspadai.
"Jika Menkumham diisi oleh politisi, potensi Kementerian akan dibajak oleh kepentingan politisi sangat mungkin terjadi," kata Emerson, Ahad (26/10).
Presiden Joko Widodo menunjuk politisi PDIP, Yasonna Hamonangan Laoly sebagai Menkumham. Dengan ditunjukan Yasonna, semakin mengukuhkan tradisi pemilihan Menteri Hukum dan HAM yang didominasi dari partai politik sejak reformasi 1998.
Sebelumnya Muladi dari Partai Golkar menjabat sebagai Menkumham pada 1998-1999, dilanjutkan Yusril Ihza Mahendra dari Partai Bulan Bintang (23 Oktober 1999 - 7 Februari 2001 dan 9 Agustus 2001-20 Oktober 2004), Mohammad Mahfud MD dari Partai Kebangkitan Bangsa (20 Juli-9 Agustus 2001), Hamid Awaluddin dari partai Golkar (2004-2007), Andi Mattalatta juga dari partai Golkar (2007-2009), Patrialis Akbar dari Partai Amanat Nasional (2009-2011) serta Amir Syamsuddin dari Partai Demokrat (2011-2014).
Pengecualian orang nonpartai hanya diberikan kepada Baharuddin Loppa yang hanya menjabat sekitar 4 bulan yaitu 9 Februari-2 Juni 2001 dan Marsilam Simanjuntak yang menjabat hanya sekitar 1 bulan