REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Azis baru saja terpilih menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan periode 2014-2019 menggantikan Rizal Djalil.
Harry memiliki lima prioritas utama yang akan dijalankan setelah terpilih menjadi Ketua BPK. "Saya berharap kinerja BPK lebih baik, dengan memastikan beberapa hal," ujar Harry saat dihubungi Republika, Kamis (23/10).
Pertama, transparansi. Menurutnya, dalam proses audit keuangan barangkali sulit transparan karena ada yang rahasia.
Namun, jika sudah ada hasil yang disampaikan ke DPR itu sudah menjadi milik masyarakat. Data tersebut sudah bisa terbuka dan diakses seluruh rakyat Indonesia.
Meski pun ada beberapa bupati yang protes karena dijadikan alat pemerasan oleh LSM. Sehingga para bupati minta jangan dipublikasi.
"Itu risiko, dong. Kalau sudah milik rakyat dia berhak mengetahui apa yang dilakukan lembaga negara tentang keuangan negara atau daerah. Saya mencoba mempertegas itu," imbuhnya.
Kedua, dia memastikan supaya hasil pemeriksaan semakin bertangung jawab sesuai dengan data lapangan. Data yang disengaja baik atau tidak bisa terlihat.
Misalnya bupati melakukan perjalanan tapi hanya di rumah akan terlihat dari transaksi tiket pesawat. "Penggunaan uang negara oleh penyelenggara negara harus betul-betul bertangung jawab," ucapnya.
Ketiga, dalam UUD 1955 pasal 23 disebutkan, APBN/APBD dikelola sebagai keuangan negara untuk digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
Dia akan memastikan memberikan spesifikasi apa kegunaan audit keuangan. Jangan sampai rakyat semakin miskin, banyak pengangguran, dan semakin banyak kesenjangan pendapatan.
Keempat, indeks pembangunan manusia selama ini tak kunjung tumbuh. Di Indonesia indeks pembangunan manusia berada di level 71. Sedangkan Singapura 98.
Menurutnya, pengelolaan keuangan negara dipastikan betul-betul untuk kemakmuran rakyat. Karenanya, hasil pemeriksaan BPK memiliki korelasi dengan kemakmuran rakyat.
"Beberapa indikator kemakmuran itu berkurangnya kemiskinan, berkurangnya pengangguran, mengecilnya rasio gini," imbuhnya.
Kelima, dia ingin memastikan kualitas opini Wajar Tanpa Pengacualian dapat menjamin tidak terjadi korupsi. Menurutnya, tidak boleh ada alasan pemberian WTP tapi korupsi masih ada. Dia mencontohkan Kemenag yang mendapat WTP tapi masih ada korupsi pengadaan Alquran.
Dia memperkirakan, mungkin saja metode sampel tentang pemeriksaan tidak menyeluruh. Atau tidak mencerminkan aspek-aspek penting lembaga daerah yang diperiksa.
"Tekniknya akan perdalam. Mencoba prinsip akuntansi menjelaskan kemakmuran rakyat, kita harus mengembangkan teori yang menjelaskan itu. Itu yang mau saya bangun, mudah-mudahan bisa dalam waktu dekat," harapnya.