Selasa 21 Oct 2014 14:34 WIB

Pak Boediono 'Dapat Salam' dari Century

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Winda Destiana Putri
Wapres Boediono
Foto: Antara
Wapres Boediono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbitnya fajar hari ini merupakan penanda pagi pertama ekonom Boediono tak lagi menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) sejak bertugas lima tahun lamanya.

Namun meski telah lengser dari posisi RI 2 per Senin (20/10) siang kemarin, bisa jadi tak lantas membuat Boediono berleha di 'masa pensiunnya'.

 

Adalah kasus Century yang dalam putusan hukum salah satu terdakwa dalam perkara ini, Budi Mulya, telah menyeret namanya dalam pusaran vonis. Eks Gubernur Bank Indonesia (BI) ini disebut ikut menanggung salah bersama sejumlah pihak terkait pemberian Bailout Century 2008.

 

Isi vonis Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Budi Mulya bersama Dewan Gubenur BI dinilai lalai memberikan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century.

 

"Perbuatan melawan hukum ini dilakukan terdakwa Budi secara bersama-sama dan berlanjut dengan Boediono, Miranda Swaray Goeltom, Siti Chalimah Fadjrijah, (Alm.) S. Budi rochadi, Muliaman Darmansyah Hadad, Hartadi Agus Sarwono, Ardhayadi Mitodarwono, Raden Pardede, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim," kata Ketua Majelis Hakim Afiantara membacakan vonis untuk mantan anak buah Boediono Budi Mulya 16 Juli 2014 silam.

 

Atas vonis yang diterima mantan Deputinya di Bidang Moneter ini, Boediono dianggap turut terlibat melakukan kelalaian. Majelis Hakim melihat, kebijakan yang diambil Rapat Dewan Guberur (RDG) BI 2008 silam tidak tepat dan merugikan Negara.  Nilai kerugian Negara pun menembus Rp 8 triliun akibat perbuatan Budi dan segenap petinggi BI saat itu.

 

Kala vonis dibacakan, sorotan lantas tajam diarahkan pada Guru Besar yang telah mencetak banyak ahli ekonomi di Indonesia ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun lantas angkat bicara dengan klaim akan segera mengembangkan vonis dari perkara Century.

 

Namun Boediono bukan tanpa pembelaan. Dalam keterangannya saat dipanggil sebagai saksi di sidang Budi Mulya, ia mengatakan putusan pemberian Bailout Century dapat dikategorikan tepat. Boediono mengatakan, sesuai analisa keahliannya dan segenap petinggi BI, ekonomi Indonesia 2008 ada dalam ancaman. Oleh sebab itulah Bank Century yang saat itu  tengah sekarat harus disuntik hidup.

 

Sekalipun diakui sebagai bank gagal, namun di pikiran Boediono Cs penyelamatan Century amatlah penting. Pasalnya, RDG BI menilai penutupan Century akan berdampak sistemik. Bayangan krisis moneter 1997-1998 yang saat itu dimulai pula dengan penutupan sejumlah bank lantas menghantui.

 

"Memang benar, Century adalah bank gagal, karena pemiliknya. Tapi ibarat rumah preman, tetap kalau kebakaran harus diselamatkan agar tidak menjalar ke rumah-rumah lain," perumpamaan Boediono saat itu.

 

Atas analoginya inilah, Boediono selaku pimpinan BI bersama rapat dewan gubernur (RDG) yang didalamnya beranggotakan Budi Mulya menyetujui FPJP dan Bailout untuk Century. Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) ketika itu sekaligus Menteri Keuangan yang saat ini menjadi pejabat tinggi di World Bank Sri Mulyani pun ikut mencerna pandangan RDG ini.

 

Namun dalam sidang pembacaan vonis kasus Century, Majelis Hakim sempat membalas analogi Boediono. Di mata Majelis Hakim, terbakarnya rumah preman tersebut tidaklah pas menggambarkan situasi Century 2008 silam.

"Yang tepat tumah itu roboh karena ulah preman itu sendiri, sebenarnya tak perlu diselamatkan karena robohnya satu rumah tidak akan menjalar ke rumah lain," kata Hakim Afiantara.

 

Sementara itu, lembaga yang menghantarkan kasus Century ke pengadilan, KPK, mengakui posisi Boediono saat ini lebih menguntungkan mereka. "Tentu, karena kan sudah tidak menjabat Wapres tidak ada protokol yang melekat, kita jadai bisa lebih leluasa," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain.

 

Meski demikian, Zulkarnain menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan kepada Budi Mulya belum berkekuatan hukum tetap (Incracht). Sehingga semua nama yang disebut didalam isi putusan pun tetap masih harus dikembangkan sampai Mahkamah Agung (MA) menguatkan. "Belum Incracht, tapi semua pasti kita kembangkan," kata Zulkarnain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement