Selasa 21 Oct 2014 03:30 WIB

Jokowi Lemah Dukungan Politik

Rep: C97/ Red: Erdy Nasrul
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memeluk Presiden Jokowi usai penandatangan berita acara pelantikan Presiden RI
Foto: Republika/ Edwin Dwi Putranto
Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memeluk Presiden Jokowi usai penandatangan berita acara pelantikan Presiden RI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - "Jokowi telah menduduki posisi puncak dalam piramida kepemimpinan. Tapi kekuatan politiknya masih lemah", kata pengamat politik dari Habibi Center, Achmad Sukarsono.

Pengamatan tersebut dikaitkan dengan posisi Jokowi saat berhadapan dengan lawan politiknya yang berkuasa di Parlemen.

Koalisi Merah Putih merupakan kekuatan politik yang mendominasi MPR dan DPR. Maka itu diperlukan kesungguhan bagi Presiden terpilih untuk meyelaraskan kekuatan politik dalam membangun Indonesia lebih baik.

Sebelumnya ada ketegangan antara KMP dan Koalisi Indonesia Hebat. Namun Probowo Subianto sebagai pimpinan KMP berjanji untuk mendukung pemerintahan ke depan. Tapi ia pun tidak akan segan untuk melancarkan kritik jika Kepemimpinan nanti dianggap tidak baik.

Namun Jokowi tetap optimis untuk menciptakan kekuatan baru indonesia, khususnya dalam kekuatan maritim. "Kita telah terlalu lama berpaling dari laut, selat dan teluk. Kini saatnya kita mengembalikan kejayaan maritim kita seperti nenek moyang kita", ungkap Presiden Indonesia ke-7 itu.

Adapun tantangan besar yang dihadapi Jokowi saat ini adalah masalah kenaikan BBM. Masyarakat sangat berharap Ia tidak menaikan harga bahan bakar, namun sepertinya kenaikan tersebut akan sulit untuk tidak dijalankan.

Banyak sekali koordinasi politik internasional yang harus diurusi oleh Jokowi. Salah satunya dengan USA. Melalui Menteri luar negerinya John Kerry, negara barat tersebut sengaja mendiskusikan sinergisitas keamanan internasional.

Kerry juga akan bertemu perdana menteri Malaysia, Singapura, Sultan Brunei, Perdana Menteri Australia, dan Menteri Luar Negeri dari Filipina, untuk mencari bantuan lebih dalam upaya mengahadapi ISIS di Timur Tengah.

Diskusinya mencakup cara-cara untuk memblokir perekrutan pejuang, dan memblokir pembiayaan, kata seorang pejabat AS. Berita ini disampaikan sebagaimana dilansir  oleh The Guardian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement