REPUBLIKA.CO.ID,oleh Esthi Maharani
Ia beranggapan masa transisi adalah masa penentuan atas kinerja pemerintahan SBY. Karena itu, program dan kebijakan yang diambil dan tersisa jangan sampai menjadi beban untuk pemerintahan mendatang.
“Kita buka jalan yang lebih baik agar bisa menyerahkan kepada pengganti dengan kondisi dan informasi selengkap-lengkapnya. Perjalanan pemerintahan mendatang akan lebih baik dan lebih baik dari kita sekarang ini,” katanya waktu itu.
Presiden SBY merinci kebijakan-kebijakan strategis yang tak perlu diambil di masa transisi. Sebut saja kebijakan di bidang energi dan pertambangan menyangkut kontrak karya dan perizinan, bidang kehutanan, perdagangan, hingga bidang usaha BUMN. Dikhawatirkan, jika kebijakan strategis tersebut diambil, akan berimplikasi panjang bahkan menjadi warisan beban bagi presiden dan pemerintahan berikutnya.
"Sekarang kita ada dalam masa transisi. Sehingga etika dan logikanya adalah keputusan strategis berjangka waktu menengah dan panjang termasuk penentuan pejabat utama, presiden dan pemerintahan mendatanglah yang lebih memiliki hak menentukan," katanya pada 4 Juni lalu.
Tak hanya menyangkut kebijakan strategis, Presiden SBY pun meminta para menterinya tidak asal mencopot pejabat utama dijajaran kementeriannya. Contohnya penggantian esselon 1 dan direktur utama BUMN. Kalaupun terpaksa, harus memiliki landasan yang kuat seperti yang bersangkutan memiliki kinerja buruk, memasuki masa pensiun, atau masalah serius lainnya.
"Jangan main copot dan main ganti karena timingnya tidak tepat. Semangatnya bukan copot mencopot, tapi harus bertenggang rasa kepada presiden yang akan datang dan bertenggang rasa kepada menteri dan pemerintahan mendatang," katanya.