REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Kota Depok Kania Purwanti mengatakan sudah menyerahkan dan mendata seluruh bangunan komersil yang tidak mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Namun belum berhasil mendata seluruh bangunan tanpa IMB di Kota Depok karena kekurangan tim di lapangan.
"Memang ada beberapa dan sekarang sudah kami berikan teguran. Ini juga yang sedang kami selidiki bersama dinas terkait," katanya, Sabtu (18/10).
Kania belum dapat mengatakan adanya mafia perizinan. Karena selama ini Distarkim fokus melakukan pendataan dan pengontrolan perizinan yang diajukan. Tapi ia berjanji jika ada bawahannya terbukti menyelewengkan wewenang maka akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku.
Komisi A DPRD Kota Depok berencana membentuk Panitia Khusus (Pansus) Perizinan. Wakil Ketua Komisi A, DPRD Kota Depok Hamzah mengatakan, dibentuk pansus itu karena selama ini mereka melihat dan mendengar banyaknya pengaduan masyarakat terkait maraknya pembangunan properti yang belum mengantongi izin.
Ia juga mengatakan bahkan ada pembangunan yang melanggar garis sepadan bangunan (GSB) dan garis sepadan sungai (GSS). Ia mengatakan walaupun sudah banyak aduan dari masyarakat namun belum ada tindakan dari pemerintah kota untuk menyegel bangunan yang menyalahi peraturan.
"Upaya pembentukan pansus ini juga untuk menggenjot retrebusi daerah dari pengurusan perizinan. Kalau dibiarkan berarti perda yang dibuat tidak berguna sama sekali," kata Hamzah.
Hamzah menambahkan, pembentukan pansus difokuskan kepada bangunan yang terindikasi tak mengantongi IMB serta didirikan di atas lahan yang seharusnya menjadi lahan untuk fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (Fasos).
Salah satunya yang tengah dibidik adalah pembangunan Apartemen Terrace Suites di Cinere, milik perusahaan besar sekelas PT Megapolitan. Hamzah mengatakan sudah ada surat peringatan kepada pengembang apartemen tersebut. Tinggal menunggu tindakan selanjutnya dari pemerintah.
"Margonda saja akan kita sidak apakah sesuai dengan perda atau tidak. Belum pernah ada kan selama ini pansus aset," katanya.
Hamzah menjelaskan, berdirinya bangunan properti itu terjadi dilatarbelakangi adanya mafia perizinan yang bermain di dalam dinas terkait. Yakni, Dinas Tata Ruang Pemukiman (Distarkim) dan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA), Badan Penanaman Modal Pelayanan dan Perijinan Terpadu (BPMP2T).
Ia mengatakan ketiga institusi pemerintah daerah tersebut dicuriga karena ketiga institusi inilah yang mengurus proses IMB. Menurutnya tidak mungkin pengembang berani mendirikan bangunan tanpa IMB jika tidak ada pihak dari pemerintah yang mendukungnya.
Menurut Hamzab masalah pemukiman disebabkan banyaknya pembangunan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (perda). Ia menjelaskan dalam perda 60% lahan digunakan untuk pemukiman dan bisnis, 40% untuk fasilitas sosial dan umum, 2% untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). Hamzah menambahkan, 40% masalah sengketa tanah di Depok belum terselesaikan dengan baik. Menurutnya hal tersebut diakibatkan karena ada oknum yang melakukan pungutan liar dan nepotisme.
Karena itu, lanjut Hamzah, setelah pansus perizinan terbentuk mereka pun akan segera terjun ke masyarakat untuk mengumpulkan data. Jika pengembang terbukti bersalah maka pansus akan mendesak Satpol PP untuk membongkar atau menyegel properti yang tidak mengantongi izin itu. Kemudian memanggil dinas terkait untuk menjelaskan persoalan tersebut.
"Sudah pasti ada mafia perizinan yang beredar dari dua dinas. Buktinya pengawasan dan pengendalian tidak berjalan," ujarnya.