REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komunikasi yang dibangun Presiden RI terpilih Joko Widodo (Jokowi) dengan mantan pesaingnya, Prabowo Subianto, pada hari ini layak mendapat apresiasi dari publik. Kendati demikian, hal ini baru dinilai sebagai langkah awal bagi proses islah antara kedua tokoh politik tersebut.
“Rekonsiliasi ini sangat bergantung kepada apakah mereka akan terus menjalin komunikasi atau tidak,” tutur pakar komunikasi dari Universitas Padjadjaran, Deddy Mulyana, kepada ROL, Jumat (17/10).
Menurutnya, berbagai pengalaman selama proses Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu tidak akan terhapus begitu saja dari ingatan Jokowi dan Prabowo. Faktor ini, kata Deddy, sedikit banyaknya bakal berdampak pada pola komunikasi di antara mereka berdua selanjutnya.
“Saya rasa, komunikasi antara Jokowi dan Prabowo di masa yang akan datang jauh lebih penting, karena hal itu dapat mengikis rasa dendam, kesal, dan tidak enak hati selama menjalani kompetisi politik beberapa waktu lalu. Meskipun ini masih bersifat hipotetis,” ujarnya. Jokowi, kata Deddy lagi, masih menaruh rasa hormat kepada Parbowo. Ini dikarenakan mantan Gubernur DKI Jakarta itu sadar betul bahwa karier politiknya di masa lalu tidak terlepas dari sokongan dari Prabowo juga.
“Belum tentu Jokowi berhasil menjadi gubernur, kalau pada saat itu dia tidak didukung oleh Prabowo bersama Gerindra. Begitu pula ketika di pilpres, belum tentu Jokowi bisa menang kalau posisi politiknya tidak diperkuat dengan menjadi gubernur,” kata Deddy.
Untuk pertama kalinya setelah Pilpres 2014, Prabowo dan Jokowi menggelar pertemuan di Jakarta, Jumat (17/10). Pertemuan yang berlangsung hangat tersebut sekaligus menjadi langkah awal rekonsiliasi bagi kedua kompetitor tersebut pascapertarungan mereka di pentas politik, beberapa waktu lalu.