Kamis 16 Oct 2014 09:40 WIB

Dampak Kemarau, Petani Beralih Bikin Batu Bata

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Yudha Manggala P Putra
Aktivitas di pabrik batu bata. Ilustrasi
Aktivitas di pabrik batu bata. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, KARANGANYAR -- Dampak kemarau panjang mendorong sejumlah petani sekitar Waduk Lalung, Kabupaten Karanganyar, banting stir. Ketimbang menganggur karena tak bisa bercocok tanam, warga beralih membuat batu bata.

Alih pekerjaan terpaksa dilakukan, lantaran lahan pertanian yang selama ini mengandalkan pengairan Waduk Lalung kondisi sudah mengering. ''Ya daripada nganggur, memanfaatkan waktu bukin bata merah, kata Sukarno (50), warga Dusun Kepuh, Desa Lalung, Karanganyar, Kamis (16/10).

Menurut Sukarni, sebagian besar petani memilih menjadi pengrajin batu bata. Ini pekerjaan paling gampang. Dan, bisa dilakukan siapapun. Baik laki-laki, perempuan, anak-anak sekalipun. Seluruh anggota keluarga bisa dilibatkan untuk membantu pekerjaan ini.

Hasil dari membuat batu bata bisa digunakan untuk menambal kebutuhan hidup. Tidak panen pada musim kemarau tidak masalah. Ada gantinya, membuat batu bata. Terlebih, permintaan bahan bangunan itu tengah melonjak. Sejak dua bulan terakhir, permintaan barang terus mengalir. Harganya pun cukup menjanjikan sebagai pengganti tanahnya yang tidak bisa ditanami padi atau palawija .

''Sekarang jual batu bata lagi lagi laris. Banyak yang butuh. Setiap selesai membakar batu bata langsung laku. Pemesan atau bakul datang sendiri,'' kata Sularso (46). Harga lumayan tinggi, Rp 520.000 per seribu biji.

Seorang petani lain, Ny Saminem (45), mengatakan, setiap pengrajin dapat menghasilkan 400 hingga 700 biji batu bata sehari. Batu bata yang telah dijemur selama lebih kurang 20 hari. Setelah dalam kondisi kering, dibakar dengan sekam padi.

Sekali membakar bisa mendapat 4.000 hingga 6.000 biji batu bata. Biasanya, langsung laku. Soalnya, pemesan atau pedagang sudah banyak yang mengantri pesanan.

Memang, sulitnya memperoleh sumber pengairan membuat perilaku betani berubah. Ini terbukti sejumlah petani terpaksa memanen tanamannya sebelum masa panen tiba.

Salah seorang petani asal Dusun Kepuh, Lalung, Karanganyar Kota, Gunawan, mengatakan, ia sengaja menanam padi di tanah dasar waduk. Lahan seluas 3.500 meter persegi yang dimanfaatkan bercocok tanam, air dari waduk yang berjarak sekitar 10 meter disalurkan melalui bantuan mesin disel. Namun lantaran keterbatasan modal, suplai air tersebut terhenti.

Butuh air belasan liter per hari hanya untuk satu patok Sedang operasional mesin berbahan bakar bensin menghabiskan Rp 90 ribu per hari. ''Saya tidak mampu kalau harus mengeluarkan uang sebanyak itu. terpaksa panen dini,'' kata Gunawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement